LAPORAN FIELD VISIT KE KOMUNITAS TEPI SUNGAI CODE KOTA YOGYAKARTA

 

BAB I

PENDAHULUAN

Pemukiman  kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota- kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Kawasan kumuh yang identik dengan kemiskinan tidak hanya memperburuk citra dan wajah kota namun juga menimbulkan masalah kemanusiaan, sosial dan lingkungan. Permasalahan ini bukan saja menjadi perhatian pemerintah Indonesia, namun juga dunia sejalan dengan tumbuh masifnya berbagai kawasan perkotaan untuk menunjang gaya hidup modern. Dunia tak henti-hentinya menghimbau dan mengirimkan pesan agar semua negara peduli terhadap penghapusan kemiskinan dan kawasan kumuh perkotaan melalui perencanaan kota yang baik dan tetap berpihak kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah (Nurqomari, 2013)

Pada umumnya jumlah terbesar penduduk perkotaan di Indonesia berpenghasilan menengah ke bawah, dengan demikian pengembangan sanitasi perkotaan banyak terkait dengan kehidupan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Permasalahan umum yang timbul adalah rendahnya kualitas infrastruktur terutama fasilitas sanitasi di perkampungan kota karena berbagai kendala fisik lingkungan, sosial, dan ekonomi penghuninya. Yogyakarta merupakan salah satu representasi dari kenyataan-kenyataan tersebut, sehingga sangat menarik untuk diteliti bagaimana pola pengelolaan sanitasi oleh para penduduk terutama di wilayah padat.

Feachem (1980) menyebutkan secara garis besar bahwa pembangunan sanitasi perkotaan didasarkan pada tiga prinsip, yaitu:(Dharoko, 2005)

1.     Site And Services Sheme

Terkait dengan pembangunan perumahan baru untuk masyarakat ekonomi lemah. Sanitasi lingkungan dibangun bersama secara terpadu baik secara individu, komunal maupun dikaitkan dengan sistem jaringan sanitasi kota.

2.     Upgrading Sheme

Program ini didasarkan pada model kerjasama antara pemerintah (authority) dengan masyarakat yang menjadi sasaran program. Perencanaan dan pembangunan dilakukan secara bersama (participatory approach).

 

 

3.     Self Built Sheme

Didasarkan pada kegiatan perencanaan dan pembangunan yang dikerjakan secara swadaya oleh masyarakat. Oleh karena itu, bantuan yang dibutuhkan adalah penyuluhan dan bimbingan teknis agar tidak menyimpang dari norma-norma perencanaan yang benar.

Sungai merupakan salah satu sumberdaya air mempunyai manfaat dan peran yang penting dalam kehidupan manusia. Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat beberapa sungai besar yaitu: Sungai Oyo, Opak, Gadjahwong, Code, Winongo, Bedog, dan Serang. Diantara beberapa sungai tersebut, Sungai Code menjadi pusat perhatian banyak pihak dan memiliki tingkat kemendesakan dalam pengelolaannya. Hal ini disebabkan Sungai Code melintasi Kota Yogyakarta dan berdekatan dengan beberapa tempat strategis, seperti Malioboro, Tugu, Kraton, dan lainnya. Sungai Code melintas pada kawasan pemukiman yang cukup padat di kiri-kanan sungai serta kondisinya menunjukkan kecenderungan makin memburuk dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya aktivitas pembangunan ekonomi, perubahan tata guna lahan dan meningkatnya pertumbuhan penduduk telah mengakibatkan tingginya tekanan kawasan sungai terhadap lingkungan.(Widodo, Lupiyanto and Wijaya, 2010)

Kampung Sungai Code adalah proyek arsitektural sekaligus kemanusiaan. Maksud dan tujuan proyek ini adalah meningkatkan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi warga yang mendiami kawasan tersebut. Selain membangun sebuah permukiman yang layak huni, proyek Kampung sungai Code juga membantu masyarakat melalui bimbingan-bimbingan untuk memulai menjalani hidup yang lebih baik. Adapun revitalisasi yang dilakukan di bantaran sungai Code yaitu revitalisasi horizontal dan revitalisasi vertikal. Revitalisasi horizontal dilaksanakan dengan mengikuti aliran sungai berada pada sisi bantaran sungai. Revitalisasi horizontal dengan rekayasa permukaan lahan dan diimbangi dengan penghijauan (Triharti and Rahman, 2015)

Pada mata kuliah Kesehatan lingkungan, mahasiswa pascasajana Ilmu kesehatan masyarakat, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan diwajibkan melihat secara langsung (field trip) bagaimana revitalisasi sungai code yang saat ini telah berubah dari kawanan kumuh menjadi kawasan percontohan untuk pemukiman tepi sungai baik dalam hal pengelolaan sanitasi, limbah, dan juga dalam perekonomian warga.

 

BAB II

HASIL KUNJUNGAN DAN PEMBAHASAN

 

1.     Hasil Kunjungan

 




 

1.     Pembahasan

Sungai Code adalah sungai, yang membagi daerah Yogyakarta di tengah, dari utara ke selatan kota. Sungai ini berasal dari bagian selatan Gunung Merapi (sungai Boyong), dan mengalir melalui Sungai Opak dan berakhir di pantai Parangtritis di lepas Samudra Hindia. Dengan koneksi ke dataran tinggi dan daerah pesisir, sungai Code adalah contoh yang baik dari sebuah situs yang digambarkan oleh proposal proyek regional, yang menghubungkan degradasi hutan, lingkungan perkotaan, dan masalah ekologi pesisir laut, yang semuanya dihubungkan oleh sungai.

Seperti sungai lain yang berasal dari Gunung Merapi, Sungai Boyong telah dieksploitasi secara berlebihan oleh penambangan batu dan pasir setelah letusan Gunung Merapi. Dampak dari eksploitasi berlebihan sungai Boyong adalah menurunnya kualitas air, debit air, dan berkurangnya jumlah mata air, yang secara langsung berdampak pada aliran Sungai Code.

Meningkatnya jumlah penduduk juga berdampak pada kondisi Sungai Code. Secara fisik Kali sungai code menyempit setiap tahun ketika tepian sungainya dikonversi menjadi perumahan. Ini karena orang miskin tidak mampu membeli tanah atau perumahan di luar area tepi sungai. Oleh karena  fungsi sungai sebagai tangkapan dan aliran air telah menurun. Pada musim hujan air tumpah keluar dari sungai yang menyebabkan daerah banjir (Group, 2011)

Sungai  Code pada zaman dahulu adalah sungai yang masih belum memiliki tingkat kependudukan yang padat, hanya terdapat beberapa rumah dan vegetasi hijau di tepi sungai. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang datang ke kawasan ini dan mendirikan rumah tanpa izin. Mereka mayoritas adalah masyarakat pekerja dan buruh kasar. Mereka mendirikan rumah-rumah dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat. Proses penataan rumah-rumah berlangsung tanpa perencanaan (Triharti and Rahman, 2015) dan bahkan ada juga sikap ketidakpedulian oleh orang-orang dalam pembuatan pancing (karamba), penyemenan tepi sungai, dan membuang sampah sembarangan - yang membuat sungai jauh lebih buruk.

Sehingga ketika mengkaji sungai Code, kita  tidak hanya berbicara tentang 'sungai'. Tetapi lebih dari sekedar sungai, sungai Code juga 'sebuah komunitas' dengan masalah kompleks yang melibatkan populasi, pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, serta masalah lingkungan. Oleh karena itu, pengembangan sungai Code harus mencakup infrastruktur dan perkembangan fisik, serta kapasitas manusia.

Dari waktu ke waktu ada banyak organisasi dan inisiatif yang dibentuk untuk pengembangan Kali Code. Beberapa dari mereka dihentikan sementara yang lain masih berfungsi hari ini. Ada inisiatif kolaborasi lain antara organisasi komunitas dan Universitas Gajah Mada. Dan ini adalah studi yang sedang berlangsung tentang perencanaan rinci untuk pengembangan area code.

Kontribusi dari berbagai komunitas peduli Code ini akhirnya menciptakan sungai code yang “baru”. Dibandingkan dengan sungai Code yang dulu, saat ini sungai Code telah mengalami banyak perubahan selain adanya penghijauan di bibir sungai, masyarakatpun sepakat untuk membangun kawasan Code menjadi lebih sehat.

·        Menciptakan sistem air yang membersihkan diri (disebut Perusahaan Air Minum Wakarusa) menggunakan mata air dari sungai.

 Sekitar 160 keluarga di Jetisharjo-Yogyakarta saat ini menikmati air bersih hanya Rp600 / m3, (setengah dari harga normal perusahaan air negara). Diharapkan bahwa sekitar 15 keluarga baru setahun akan memiliki akses ke air bersih ini. Selain dukungan dari masyarakat setempat, Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA) adalah donor utama untuk program air bersih di masyarakat.

·        Kelompok Pemakai Air (POPMAIR)

Kelompok pemakai air (POPMAIR) merupakan usaha yang dilakukan warga kali code untuk memanfaatkan air yang berasal dari mata air gunung merapi. POPMAIR dimanfaatkan masyarakat dengan dua fungsi yaitu untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk minum. Selain itu, masyarakat menggunakan POPMAIR untuk budidaya bibit ikan lele. Penggunaan POPMAIR lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan PDAM, hal ini dikarenakan harga yang lebih murah dibandingkan PDAM serta akses yang mudah didapatkan. Tarif PDAM untuk masyarakat kecil menengah berkisar 3.000-4000 per m3 sedangkan untuk POPMAIR masyarakat dibebankan Rp. 1000,- per m3. Penggunaan POPMAIR untuk air minum sangat membantu masyarakat yang masih kesulitan air bersih seperti kali code. Menurut Kesehatan (2010), air minum aman apabila memenuhi syarat fisika, bilogis, kimiawi dan radioaktif. Walaupun telah memenuhi syarat untuk dapat dikonsumsi, penggunaan POPMAIR sebagai air minum masih di konsumsi sendiri oleh masyarakat kali code belu sampai pada tahap penjualan ke daerah lain.

·        Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal.

Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) adalah sebuah bangunan yang digunakan untuk mengolah air hasil kegiatan manusia (RI, 2011). Masyarakat kampung code awalnya memiliki masalah pada sanitasi, masyarakat dahulunya membuang kotoran langsung kesungai sehingga dijuluki dengan istilah WC terpanjang. Akan tetapi, dengan adanya program pemerintah yang menata kembali rumah disekitaran kali code untuk menghapa sungai maka, kebiasaan masyrakat untuk membuang kotoran di sungai seakin lama menghilang, didukung dengan berbagai fasilitas WC umum di berbagai tempat strategis di kali code. IPAL komunal dibangun untuk menampung dari rumah rumah warga yang ada di kali code sebelum airnya masuk ke sungai. Di dalam IPAL komunal terdapat kain kassa yang bertujuan untuk enyaring air limbah sebelum bercampur dengan air sungai sehingga air sungai tidak tercemar. Setiap IPAL komunal mengolah 5 sumber air limbah rumah tangga.

·        Gerakan ‘NOL SAMPAH” Sungai Code

Gerakan ini telah berjalan sejak 2009, dimana Pembersihan sungai Code diawali dari Jembatan Rejodani, Sleman, dan berakhir di Jembatan Tri Tunggal, Kota Yogyakarta. Sepanjang jarak itu, ada delapan posko pembersih sampah. Dalam hal ini, rumah warga sengaja didesain menghadap sungai sehingga mereka mulai menganggapnya sebagai halaman sendiri. Tujuannya akhirnya, warga selalu menjaga kebersihan Code.

·       Memulai sistem biopori di pinggir sungai  Code.

Ini merupakan sebuah biopori adalah terowongan selebar 10 cm yang dapat digali ke tanah pada kedalaman 100 cm. Pori-pori ini kemudian diisi dengan sampah dapur organik. Dengan bantuan cacing dan rayap, terowongan ini meningkatkan kapasitas retensi air tanah tanah dengan secara efektif mensirkulasikan air dan oksigen ke dalam dan di dalam tanah.

·        Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang terbuka hijau adalah area yang bersifat terbuka yang secara alamiah maupun tidak . Ruang Terbuka Hijau di kali code memanfaatkan lahan yang kosong di pinggiran kali code dengan penanaman pohon, pembuatan tempat kumpul masyarakat yang bisa dijadikan sebagai tempat berbagai kegiatan seperti fashion show, pameran dan lain-lain. Tidak hanya itu, di kali code masyarakat juga menanam sayuran-sayuran hijau seperti bayam dan terong. Hasil dari budidaya tanaman hijau dikonsumsi pribadi oleh masyarakat sekitar dikarenakan jumlah yang terbatas apabila dijual ke masyarakat umum (pasar).

·       Pemanen Air Hujan

Pemanen air hujan merupakan upaya konservasi air dan mengurangi potensi banjir di sekitar sungai Code

·       Pengelolaan Sampah Mandiri dan Pemanfaatan Bank Sampah

Sampah mandiri di bantaran sungai Code merupakan kegiatan yang dilakukan oleh warga untuk mengolah sampah rumah tangga dalam lingkup keluarga, dengan konsep 3R (Reduce, reuse, dan re-cycle) setelah itu baru di kumpulkan di TPS yang telah disediakan.

·       Septik tank

Septik tank dibuat untuk pembuangan tinja rumah – rumah warga, di desaign kedap udara, hanya saja posisi septik tank yang jauh dari jalan raya, mengakibatkan sulitnya akses mobil sedot WC memasuki area tersebut. Selain itu dekatnya jarak antara mata air dan septik tank memungkinkan tercemarnya sumber mata air tersebut.  Saat ini upaya yang telah dilakukan warga adalah selalu melakukan uji laboratoriom terkait kualitas mata air tersebut secara berkala.

·       Toilet Umum dan Kamar Mandi Umum

Tersedianya toilet umum dan kamar mandi umum ini karena sebelumnya warga tidak memiliki toilet dan kamar mandi, sehingga memilih untuk buang air besar dan buang air kecil di sungai, bahkan mandi dan mencuci pakaian pun ke sungai. Hal ini tentu apabila dibiarkan akan menimbulkan pencemaran air sungai dan menurunkan kualitas air sungai.

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

 

1.     Kesimpulan

Bedasarkan kunjungan ke komunitas tepi sungai code maka dapat di simpulkan bahwa untuk melakukan upaya revitalisasi banyak hal yang musti dilakukan mulai dari memberikan motivasi pada warga, persamaan persepsi, persamaan tujuan. Ketika sudah memiliki tujuan yang sama yaitu untuk perubahan dari pemukiman kumuh kepada pemukiman yang sehat maka yang selanjutnya dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, mulai dari edukasi pengelolaan sampah rumah tangga, edukasi pengelolaan limbah rumah tangga, sampai kesepakatan bersama untuk sungai code yang lebih  sehat. Berbagai kegiatan telah banyak dilakukan mulai dari Menciptakan sistem air yang membersihkan diri :

·        Kelompok Pemakai Air (POPMAIR)

·        Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal.

·        Gerakan ‘NOL SAMPAH” Sungai Code

·       Memulai sistem biopori di pinggir sungai  Code.

·        Ruang Terbuka Hijau (RTH)

·       Pemanen Air Hujan

·       Pengelolaan Sampah Mandiri dan Pemanfaatan Bank Sampah

·       Septik tank

·       Toilet Umum dan Kamar Mandi Umum

 

2.     Saran

Berdasaran kunjungan komunitas tepi sungai code dan laporan di atas maka hal yang perlu diperbaiki adalah perencanaan pengelolaan septik tank yang mana saat ini masih belum ada akses mobil sedot wc yang bisa memasuki kawasan sungai code. selanjutnya perlu adanya pemeriksaan yang rutin untuk kualitas air hujan, kualitas mata air yang digunakan oleh warga.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Dharoko, A. (2005) ‘POLA PENGBLOLAAN SANITASI DI PERKAMPLTNGAN BANTA RAN SUNGAI CODE, YOGYA KA RTA (Pattem of Sanitation Management in Code Riverside Settlements, Yogyakafta’)’, 12(3).

Group, I. R. P. W. (2011) ‘Kali Code World: Handbook for API Regional Project in Indonesia’, in. doi: 10.5194/hess-11-1633-2007.7.

Nurqomari, M. (2013) PENGORGANISASIAN PEMULUNG DI WILAYAAH PERKOTAAN: KIPRAH PAK HUSIN SEBAGAI FASILITATOR KOMUNITAS PEMULUNG DI MAKAM RANGKA KELURAHAN TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA. INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA.

Triharti, D. and Rahman, T. N. (2015) ‘KAJIAN REVITALISASI ARSITEKTURAL DI BANTARAN KALI CODE YOGYAKARTA’, pp. 1–7.

Widodo, Lupiyanto, R. and Wijaya, D. (2010) ‘Pengelolaan Kawasan Sungai Code Berbasis Masyarakat’, Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 2(01), pp. 7–20. doi: 10.20885/jstl.vol2.iss1.art2.

 

 

 

 

 

Comments