Gambaran Pola Penyakit dan Perilaku Pencarian Pengobatan pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman Tahun 2017

 

 

Gambaran Pola Penyakit dan Perilaku Pencarian Pengobatan pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan Kota  Pariaman Tahun 2017

Andrian Yusman*, Drs. Eka Trio Effandilus, M. Si**, Hilda Hidayat, SKM, M.Kes.***

 

Abstract

 

Elderly in work area of  Puskesmas (Public Health Center ) Kurai Taji has health problems, that can be seen from the high cases of elderly diseases include skin infections (2011 cases), rheumatism (1818 cases) and heart disease (1115 cases) (Profile of Puskesmas Kurai Taji 2017). The high cases of elderly diseases resulted in a diversity of  treatment seeking patterns related to type of elderly diesease, while data on treatment seeking patterms in the elderly ae not yet known in the work area of Puskesmas Kurai Taji. The purpose of this research is to determine characteristics of individuals, long suffering form disease, disease patterns and treatment seeking behavior of elderly in work area of Puskesmas Kurai Taji.                            The research design is descriptive quantitative with cross sectional approach. The population in this research as many as 1280 people. Sample was  taken as many as 178 people aged over 59 years using cluster random sampling. Data were obtained by interview using questioner and univariate analysis.                                                   

 The results show that more than half (53,4%) of the elderly were of high risk elderly. Elderly at most primary school are 40,4%. the majority of the elderly do not work are 56,2%. More than half (56,7%) of the elderly live with family. Less than half (44,4%) of the elderly earning come from his son. The most common disease patterns are degenerative diseases 56,8%. when the elderly in work area of Puskesmas Kurai Taji suffer from a disease of either an infectious disease or a degenerative disease, then the initial action performed by the elderly for treatment tend to do self medication. Meanwhile, if the elderly have suffered severe illnes then the action of ederly for treatment tend  to o to health servise.                                                            

   It is recommended to Puskesmas to add promotional media in the form of  come to chect into health services and optimize services on Prolanis Program. To the elderly Posyandu cadres are expected to monitor the treatment seeking behavior of elderly in work area of  Puskesmas Kurai Taji

Keywords      :  Treatment seeking action, Behavior, Treatment, Elderly

 


Pendahuluan

        Pembangunan nasional diberbagai bidang telah memperbaiki kualitas kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara umum. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah semakin meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk.

        Menurut World Health Organization (WHO) bahwa rata-rata UHH di dunia sebesar 71,4 tahun dan Indonesia berada pada peringkat 120 dunia yaitu sebesar  69,1 tahun (WHO, 2016).  Pada tahun 2015 UHH Provinsi Sumatera Barat telah mencapai 68,66 tahun dengan UHH Kota Pariaman sebesar 69,59 tahun (BPS Provinsi Sumatera Barat, 2015)

      Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, tercatat jumlah lansia di Indonesia mencapai 21,68 juta jiwa, setara dengan 8,49 persen dari seluruh penduduk Indonesia, sedangkan  tahun 2015, jumlah lansia di Kota Pariaman sebesar 7.819 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan mempengaruhi angka beban ketergantungan. 

      Peningkatan ini menyebabkan angka ketergantungan lansia menjadi meningkat seperti meningkatnya beban keluarga, masyarakat, dan pemerintah(Kementerian Kesehatan RI, 2013:4)

      Rasio ketergantungan lansia di Indonesia tahun 2015 sebesar 13,28, rasio ketergantungan lansia di daerah pedesaan sebesar 14,66 lebih tinggi dibanding di perkotaan hanya sebesar 11,99 (Badan Pusat Statistik RI, 2015)

      Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia seperti menurunnya fungsi organ memicu terjadinya berbagai penyakit degeneratif (Azizah,2011). Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronis yang berhubungan dengan proses degenerasi sehingga penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan,1997). Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia mengalami penurunan sedangkan prevalensi

penyakit degeneratif mengalami peningkatan. Hal ini dipicu oleh perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi efek terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi. Perubahan ini disebut sebagai transisi epidemiologi (Bustan, 1997).

         Hasil transisi demografi pada prinsipnya adalah terjadi kecenderungan peningkatan penduduk pra-lansia, lansia dan penurunan segmen penduduk berusia 5 tahun ke bawah. Hal ini tentunya akan mempengaruhi pola penyakit dan juga pola program kesehatan di masa mendatang (Suryadi, 1990).

       Pada umumnya perjalanan penyakit lansia adalah kronik, diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu penyakitnya sering menyebabkan kecacatan lama sebelum penderita meninggal dunia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 terdapat 3 penyakit yang paling sering dialami oleh lansia yang berusia 65-74 tahun yaitu Hipertensi (57,6%), Arthritis (51,9%), dan Stroke (46,1%)

          Menurut Notoatmodjo (2014: 107) masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Salah satu perilaku tersebut yaitu perilaku pencarian pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan merupakan upaya yang ditempuh untuk memperoleh pengobatan guna menyembuhkan penyakit yang sedang diderita.

       Pemilihan pengobatan penyakit pada lansia berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit. Perilaku dalam pencarian pengobatan atau keputusan lansia dalam penggunaan pelayanan kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja. Berdasarkan model Anderson menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan didasarkan pada beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung serta karakteristik kebutuhan (Cahyani, 2015: 4).

       Di Indonesia, sumber pengobatan mencakup tiga sektor yang saling berhubungan yaitu pengobatan sendiri, pengobatan medis profesional, dan pengobatan tradisional. Sebanyak 62,65% penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke pengobatan medis, pengobat tradisional, dan tidak berobat (Depkes RI, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2013) menunjukkan bahwa sebanyak 80,2% responden akan menunda pengobatan sampai merasa perlu untuk mendapatkan pengobatan. (Saragih, 2013: 61)

        Puskesmas Kurai Taji merupakan Puskesmas Santun lansia yang Poned 24 jam  sekaligus mendapat apresiasi dari Pemerintah Kota Pariaman dalam memberikan pelayanan dasar kesehatan bagi para lanjut usia dengan program Puskesmas Santun Lansia (Sukardi, 2015). Masyarakat di Kurai Taji sebenarnya memiliki banyak masalah kesehatan, dari data pola penyakit lansia yang berkunjung ke Puskesmas Kurai Taji tahun 2015, menunjukan tiga penyakit terbanyak yang diderita lansia meliputi infeksi kulit (2011 kasus), rematoid arhtritis (1818 kasus), dan penyakit jantung (1115 kasus) (Profil Puskesmas Kurai Taji, 2015). Dengan tingginya kasus penyakit pada lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji, mengakibatkan adanya keragaman pola pencarian pengobatan terkait dengan jenis penyakit lansia, sementara data tentang pola pencarian pengobatan pada lansia belum diketahui di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji. Selain itu, Puskesmas Kurai Taji pada tahun 2015 terkait dengan cakupan kesehatan lansia, memiliki cakupan kesehatan lansia di atas target Kota Pariaman, sedangkan wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji masih banyak ditemukan kasus penyakit pada lansia. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang pola penyakit dan perilaku pencarian pengobatan pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji.

        Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai Gambaran Pola Penyakit dan Perilaku Pencarian Pengobatan pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji Tahun 2017

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman. Waktu penelitian dari bulan November 2016 sampai Mei 2017. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yangberumur lebih dari 59 tahun yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji berjumlah 178 lansia.

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Data dikumpulkan berupa data karakteristik lansia, penyakit lansia dan perilaku pencarian pengobatan

 

Hasil

1.   Univariat

a.     Karakteristik Individu

 

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

 Individu

 

No.

Variabel

f

%

1.

Umur

-      Lansia (60-69 tahun)

 83

46,6

 

-      Lansia Risiko Tinggi (≥ 70 tahun)

95

53,4

2.

Jenis Kelamin

 

 

 

-      Laki-laki

43

24,2

 

-      Perempuan

95

75,5

3.

Tingkat Pendidikan

 

 

 

-      Tidak Sekolah

8

4,5

 

-      Tidak Tamat SD

40

22,5

 

-      Tamat SD

72

40,4

 

-      Tamat SMP

28

15,7

 

-      Tamat SMA

27

15,2

 

-      Tamat PT

3

1,7

4.

Status Perkawinan

 

 

 

-      Menikah

84

47,2

 

-      Duda

17

9,6

 

-      Janda

75

42,1

 

-      Tidak Menikah

2

1,1

5.

Jenis Pekerjaan

 

 

 

-      Tidak Bekerja/IRT/

Pensiunan

100

56,2

 

-      Pedagang

23

12,9

 

-      Pegawai Swasta

1

0,6

 

-      Buruh

21

11,8

 

-      Tani

32

18,0

 

-      Penjahit

1

0,6

6.

Tempat Tinggal

 

 

 

-      Bersama Keluarga

101

56,7

 

-      Bersama Pasangan

38

21,3

 

-      Sendiri/Tunggal

39

21,9

7.

Sumber Pendapatan

 

 

 

-      Pensiunan

21

11,8

 

-      Anak

79

44,4

 

-      Usaha Sendiri

78

43,8

Total

178

100

 

     Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (53,4%) responden tergolong Lansia risiko tinggi (≥ 70 tahun), sebagian besar (75,8%) berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan paling banyak tamat SD sebesar 40,4%, hampir separuh (47,2%) dengan status menikah, selain itu lebih dari separuh (56,2%) responden tidak bekerja lagi, dengan tempat tinggal paling banyak responden yaitu bersama keluarga sebesar 56,7% dan kurang dari separuh (44,4%) responden sumber pendapatannya diperoleh dari anak.

 

b.     Riwayat Penyakit

1)     Pola Penyakit Lansia  

    Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran pola penyakit responden disajikan pada Tabel berikut:

 

Tabel 2

Distribusi Fekuensi Responden Berdasarkan Pola Penyakit

 

No.

Pola Penyakit

f

%

1.

Penyakit Infeksi

77

43,2

2.

Penyakit Degeneratif

101

56,8

Total

178

100

        Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa lebih separuh (56,8%) responden menderita penyakit degeneratif yaitu sebanyak 101 responden. Adapun jenis penyakit yang diderita lansia dapat dilihat pada tabel berikut ini:

 

 

 

 

 

 

Tabel 3

Distribusi Fekuensi Responden Berdasarkan Jenis Penyakit

 

No.

Jenis Penyakit

f

%

1.

Penyakit Degeneratif

 

 

 

- Rematik

51

50,5

 

- Penyakit Jantung

6

5,9

 

- Hipertensi

24

23,8

 

- Diabetes Melitus

11

10,9

 

- Asam Urat

4

4,0

 

- Stroke

5

4,9

2.

Penyakit Infeksi

 

 

 

-  Penyakit Infeksi Kulit

38

49,4

 

-    Gastritis

7

7,1

 

-    Gangguan Penglihatan

12

15,7

 

-    ISPA

4

5,3

 

-    Anemia

6

8,1

 

-    Alergi

1

1,4

 

-    Getah Bening

2

2,9

 

-    Gangguan Pendengaran

2

2,9

 

-    Batuk

2

2,9

 

-    Gangguan Pencernaan

1

1,4

 

-    Influenza

2

2,9

Total

178

100

 

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa lebih dari separuh (50,5%) responden menderita penyakit rematik pada penyakit degeneratif.

.

2)     Lama Menderita Penyakit

      Berdasarkan hasil penelitian gambaran lamanya responden menderita penyakit kaitannya dengan jenis penyakit dapat dilihat dari tabel 4 di bawah ini:


 

Tabel 4

 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Penyakit dan Lama Menderita Penyakit

 

No.

Lama Menderita Penyakit

Pola Penyakit

Rematik

Infeksi Kulit

Hipertensi

Gangg. Penglihatan

DM

f

%

f

%

f

%

f

%

f

%

1.

< 1 Bulan

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2.

Antara 1-3 Bulan

3

5,9

3

7,9

5

4,0

0

0

2

18,2

3.

> 3 Bulan

48

94,1

35

92,1

19

79,1

12

100

9

81,8

Jumlah

51

100

38

100

24

100

12

100

11

100


 

        Berdasarkan Tabel 4 di atas, diketahui bahwa  ada 48 responden (94,1%) telah menderita rematik selama lebih dari 3 bulan, 35 responden (92,1%) telah menderita penyakit infeksi kulit selama lebih dari 3 bulan, 19 responden (79,1%) telah menderita hipertensi selama lebih dari 3 bulan, 12 responden (100%) telah menderita gangguan penglihatan selama lebih dari 3 bulan dan 9 responden (81,8%) telah menderita diabetes melitus selama lebih 3 bulan.

 

c.     Perilaku Pencarian Pengobatan

1)     Tindakan Awal untuk Pengobatan

      Berdasarkan hasil penelitian yang merupakan tindakan awal responden untuk melakukan pengobatan penyakit dapat dilihat dari tabel 5 berikut ini:

 

Tabel 5

Distribusi Fekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Awal  untuk Pencarian Pengobatan

No.

Pencarian Pengobatan

f

%

1.

Pengobatan Sendiri

74

41,6

2.

Pelayanan Kesehatan

83

46,6

3.

Sarana Pengobatan Alternatif

21

11,8

Total

178

100

 

    Berdasarkan Tabel 5 di atas, diketahui bahwa ketika responden merasa sakit maka responden yang melakukan pengobatan sendiri sebanyak 74 responden (41,6%) sedangkan 11% responden yang akan memanfatkan sarana pengobatan alternatif, dan  hampir separuh (46,6%) responden akan memanfaatkan pelayanan kesehatan modern, diantaranya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

 

Tabel 6

Distribusi Fekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan Kesehatan yang Dipilih

 

No

Jenis Pelayanan Kesehatan

f

%

1.

Bidan Desa

9

10,8

2.

Posyandu

37

44,6

3.

Praktik Dokter

5

6,1

4

Puskesmas

23

27,7

5

Rumah Sakit

9

10,8

Total

178

100

 

        Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa jenis pelayanan kesehatan yang dipilih responden ketika merasa sakit yaitu hampir separuh (44,6%) responden menggunakan posyandu dan sebanyak 10,8% responden melakukan pengobatan ke bidan desa.

 

2)     Tindakan Pengobatan Apabila Sakit Berat

      Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran tindakan pencarian pengobatan responden apabila mengalami sakit berat dapat dilihat dari tabel 7 berikut:

 

Tabel 7

 Distribusi Fekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pengobatan Apabila Sakit berat

 

No

Pencarian Pengobatan

f

%

1.

Pengobatan Sendiri

14

7,9

2.

Pelayanan Kesehatan

135

75,8

3.

Sarana Pengobatan Alternatif

29

16,3

Total

178

100

 

          Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa ketika responden merasa sakit berat maka hanya 7,9% responden yang akan melakukan pengobatan sendiri dan lebih separuh (75,8%) responden memanfaatkan pelayanan kesehatan. Jenis pelayanan kesehatan yang digunakan disajikan pada tabel 8 berikut ini:

 

Tabel 8

Distribusi Fekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan Kesehatan yang Digunakan

Apabila Sakit Berat

 

No

Jenis Pelayanan Kesehatan

f

%

1

Puskesmas

40

29,6

2

Rumah Sakit

95

70,4

Total

178

100

 

       Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa ketika responden merasa sakit berat maka lebih separuh (70,4%) responden akan memanfaatkan rumah sakit dan hanya 29,6% menggunakan puskesmas.

 

d.   Perilaku Pencarian Pengobatan Berdasarkan Pola Penyakit

1)   Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Pederita Rematik

 

       Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran perilaku pencarian pengobatan penderita penyakit rematoid arthritis (rematik) dapat dilihat dari tabel 9 berikut ini:

 


 

Tabel 9

 Distribusi Responden Berdasarkan Pencarian Pengobatan Penderita Rematik

 

No

Tahap Pengobatan

Pencarian Pengobatan

Pengobatan Sendiri

Pelayanan Kesehatan

Sarana Pengobatan Alternatif

f

%

f

%

f

%

1.

Tindakan Awal

26

89,6

20

35,1

5

31,2

2.

Sakit Berat

3

10,4

37

69,9

11

68,8

Jumlah

29

100

57

100

16

100

 


       Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa lebih separuh (89,6%) responden akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit rematoid arthritis, dan jika mengalami sakit berat,  responden lebih banyak menggunakan pelayanan kesehatan (69,9%) dan sebanyak 68,8% responden menggunakan sarana pengobatan alternatif ketika sakit berat.

 

2)     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Penyakit Infeksi Kulit

 

Berdasarkan hasil penelitian, adapun gambaran perilaku pencarian pengobatan penderita penyakit infeksi kulit dapat dilihat pada tabel 10 berikut:


 

Tabel 10

 Distribusi Responden Berdasarkan Pencarian Pengobatan Penderita Infeksi Kulit

 

No

Tahap Pengobatan

Pencarian Pengobatan

Pengobatan Sendiri

Pelayanan Kesehatan

Sarana Pengobatan Alternatif

f

%

f

%

f

%

1.

Tindakan Awal

23

71,9

12

37,5

3

25,0

2.

Sakit Berat

9

28,1

20

62,5

9

75,0

Jumlah

32

100

32

100

16

100

 


       Berdasarkan Tabel 10 di atas, diketahui bahwa lebih (71,9%) responden akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit infeksi kulit, jika mengalami sakit berat, responden lebih banyak menggunakan sarana pengobatan alternatif (75%) dan diikuti sebanyak 62,5% responden menggunakan pelayanan kesehatan ketika infeksi kulitnya parah.

 

3)     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Penyakit Hipertensi

 

     Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran perilaku pencarian pengobatan penderita penyakit hipertensi disajikan pada tabel 11 di bawah ini:


Tabel 11

 Distribusi Responden Berdasarkan Pencarian Pengobatan Penderita Hipertensi

 

No

Tahap Pengobatan

Pencarian Pengobatan

Pengobatan Sendiri

Pelayanan Kesehatan

Sarana Pengobatan Alternatif

f

%

f

%

f

%

1.

Tindakan Awal

7

100

14

40,0

3

50,0

2.

Sakit Berat

0

0,0

21

60,0

3

50,0

Jumlah

7

100

35

100

6

100

 


        Berdasarkan Tabel 11 di atas, diketahui bahwa semua responden (100%) akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit hipertensi yang dialami, dan jika mengalami sakit berat, responden lebih banyak menggunakan pelayanan kesehatan (60%).

4)     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Gangguan Penglihatan

 

Berdasarkan hasil penelitian, adapun gambaran perilaku pencarian pengobatan penderita gangguan penglihatan dapat dilihat dari  Tabel 12 berikut ini:


 

 

 

 

 

 

Tabel 12

 Distribusi Responden Berdasarkan Pencarian Pengobatan Penderita Gangguan Penglihatan

 

No

Tahap Pengobatan

Pencarian Pengobatan

Pengobatan Sendiri

Pelayanan Kesehatan

Sarana Pengobatan Alternatif

f

%

f

%

f

%

1.

Tindakan Awal

5

83,3

6

37,5

1

50,0

2.

Sakit Berat

1

16,7

10

62,5

1

50,0

Jumlah

6

100

16

100

2

100

 


          Berdasarkan Tabel 12 di atas, diketahui bahwa sebagian besar (83,3%) responden akan memilih pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan gangguan penglihatan, dan apabila mengalami sakit berat, responden cenderung menggunakan pelayanan kesehatan (62,5%).

 

5)     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Penyakit Diabetes Melitus

 

       Berdasarkan hasil penelitian, gambaran pencarian pengobatan penderita Penyakit diabetes melitus dapat dilihat dari Tabel 13 berikut:

 


 

Tabel 13

 Distribusi Responden Berdasarkan Pencarian Pengobatan Penderita Diabetes Melitus

 

No

Tahap Pengobatan

Pencarian Pengobatan

Pengobatan Sendiri

Pelayanan Kesehatan

Sarana Pengobatan Alternatif

f

%

f

%

f

%

1.

Tindakan Awal

3

100

8

50,0

0

0,0

2.

Sakit Berat

0

0,0

8

50,0

3

100

Jumlah

3

100

16

100

3

100

 


        Berdasarkan Tabel 13 di atas, diketahui bahwa seluruh responden (100%) memilih pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit diabetes melitus, dan jika mengalami sakit berat, responden akan memanfaatkan sarana pengobatan alternatif yaitu  sebesar 100%, dan 50% lainnya menggunakan pelayanan kesehatan.

Pembahasan

1.     Karakteristik Individu

a.     Umur

        Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran, lebih dari separuh (53,4%) lansia tergolong lansia risiko tinggi (≥ 70 tahun). Umur yang semakin tua membuat lansia rentan terhadap berbagai jenis penyakit karena adanya penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak dapat lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, sel mutan, ataupun sel asing.

          Umur dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan pelayanan pengobatan. Kalangie (1954) menyatakan bahwa masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional sebagain besar berasal dari kelompok umur tua, karena pengobatan tradisional tersebut biasanya diperoleh turun temurun atau berdasaran kepada pengalaman.

Hasil penelitian diperoleh lansia yang paling banyak adalah umur 70 tahun dan dapat dikatakan sebagai umur yang cukup matang bagi lansia untuk mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang lebih dalam memilih tempat pengobatan, tetapi umur tersebut juga membuat lansia sulit untuk diberikan informasi. Dalam hal ini perlu adanya peran aktif kader untuk memberikan upaya promotif dalam hal pemilihan tempat pengobatan di setiap kegiatan posyandu lansia kepada keluarga lansia sehingga keluarga diharapkan dapat menjadi perpanjangan tangan dari kader.

 

 

 

b.     Jenis Kelamin

       Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sebagian besar lansia (75,8%) berjenis kelamin perempuan. Menurut Hery (2008), menyatakan terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia lak-laki lebih berisiko terkena hipertensi dibandingkan perempuan.

       Sebagian besar lansia di Kecamatan Pariaman Selatan berjenis kelamin perempuan. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh lansia di Kecamatan Pariaman Selatan. Laki-laki lebih berisiko terkena hipertensi dibandingkan perempuan karena kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bersantan, jeroan dan lain-lain. Dalam hal ini puskesmas perlu meningkatkan upaya promotif kepada lansia melalui posyandu lansia mengenai makanan-makanan yang berisiko terhadap penyakit.

 

c.     Tingkat Pendidikan

       Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui lansia paling banyak tamat SD yaitu sebanyak 72 orang (40,4%) dan hanya 8 orang (4,5%) yang tidak pernah mengenyam sekolah. Penelitian yang dilakukan Gaol (2013) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan masyarakat yang berbeda ini akan mempengaruhi sikapnya tentang pencarian pengobatan.

         Dengan adanya perbedaan tingkat pendidikan secara lansung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir, sudut pandang, dan penerimaan informasi oleh lansia terhadap tindakan-tindakan pengobatan yang diterimanya. Dalam hal ini dapat terjadi seperti lansia yang dianjutkan melakukan kunjungan ulang saat berobat ke sarana kesehatan, namun lansia tidak melakukannya. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa individu adalah sosok yang unik yang memiliki beranekaragam keperibadian, sifat, budaya, maupun kepercayaan.

 

d.     Status Perkawinan

        Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kurang dari separuh (47,2%) lansia dengan status menikah. Berdasarkan hasil penelitian Cahyani (2013) mendapatkan bahwa lansia yang memiliki pasangan secara psikologis lebih memiliki motivasi karena mendapat dorongan langsung dari pasangan untuk segera memeriksakan penyakitnya, sehingga memunculkan semangat dan mengurangi rasa malas lansia untuk memeriksakan dirinya.

      Proses pencarian pengobatan dalam suatu keluarga biasanya merupakan keputusan dari kepala keluarga yaitu pasangan lansia itu sendiri, oleh karena itu tingkat pemahaman kepala keluarga tentang konsep sehat dan sakit serta pengetahuan tentang pentingnya pengobatan untuk setiap gangguan kesehatan yang di derita pasangannya sangat menentukan pemilihan sarana pengobatan yang mana untuk digunakan oleh keluarga tersebut.

 

e.     Pekerjaan

         Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar lansia tidak bekerja yaitu sebanyak 100 orang (56,2%). Adanya kecenderungan seseorang yang bekerja lebih aktif mencari pelayanan kesehatan dibandingkan dengan yang tidak bekerja, disebabkan karena disamping pengetahuan yang lebih tinggi juga karena mereka lebih mandiri secara ekonomi sehingga mereka mencari pelayanan yang lebih lengkap, juga akibat dari keterbatasan waktu yang dimilikinya untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas.

   Lansia di Kecamatan Pariaman Selatan banyak yang melakukan pengobatan ke posyandu. Dalam hal ini maka ada pengaruh status pekerjaan dengan pencarian pengobatan lansia. Ketika lansia memiliki penghasilan kecil maka mereka cenderung akan mencari pelayanan kesehatan yang sifatnya gratis seperti posyandu

             

f.    Tempat Tinggal

       Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lebih separuh (56,7%) lansia tinggal bersama keluarga, sedangkan tinggal sendiri atau tunggal sebanyak 21,9%. Lansia di Kecamatan Pariaman Selatan lebih banyak tinggal bersama keluarga yaitu pasangannya, anak-anaknya, serta cucunya. Menurut Notoadmodjo (2003), yang menyatakan bahwa dukungan kelurga sangat berpengaruh untuk mendorong sesama keluarga untuk melaksanakan sesuatu perilaku yang baru. Sama halnya dengan pola pencarian pengobatan yang dilakukan lansia.

         Lansia cenderung melakukan pengobatan yang sama dengan anggota keluarganya dengan asumsi bahwa pengobatan yang telah dijalankan oleh keluarganya tersebut adalah baik. Dalam hal ini, puskesmas perlu pemberian informasi yang tepat kepada keluarga lansia untuk melakukan pencarian pengobatan ke pelayanan kesehatan sehingga keluarga lansia kembali memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan untuk nantinya akan ditiru oleh lansia ketika ingin berobat.

 

g.     Sumber Pendapatan

      Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hampir separuh (45,5%) lansia sumber pendapatannya diperoleh dari usaha sendiri, 79 lansia (44,4%). Penelitian yang dilakukan Gaol (2013) menyatakan bahwa peluang masyarakat yang mempunyai faktor sosial ekonomi yang baik lebih besar 3 sampai 4 kali untuk melakukan pencarian pengobatan dengan baik dibandingkan masyarakat yang faktor sosialekonominya kurang.

        Lansia yang memiliki penghasilan lebih kecil akan membuat lansia semakin rendah pengeluaran untuk kesehatan, sehingga lansia memiliki hambatan dalam bentuk biaya pencarian pengobatan untuk kesehatan mereka yang membuat lansia cenderung akan memilih pengobatan yang lebih murah seperti ke posyandu atau memanfaatkan pengobatan tradisional. Dalam hal ini perlu adanya upaya promotif kepada lansia dan keluarga lansia mengenai pelayanan gratis di posyandu serta memanfaatkan asuransi kesehatan apabila berobat ke rumah sakit.

 

2.     Pola Penyakit Lansia

       Berdasarkan hasil penelitian ditemukan lebih dari separuh (56,8%) lansia menderita penyakit degeneratif yaitu sebanyak 101 lansia sedangkan 43,2% lansia lainnya menderita penyakit infeksi yaitu sebanyak 77 lansia.

a.     Penyakit Infeksi

        Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran pola penyakit lansia yaitu jumlah lansia yang menderita penyakit infeksi sebanyak 43,2% dengan penyakit yang paling banyak adalah infeksi kulit sebesar 49,4%.

       Penyakit infeksi tertinggi di Kecamatan Pariaman Selatan adalah Penyakit Infeksi Kulit. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan lansia maka risiko terjadinya penyakit infeksi kulit muncul karena lansia bekerja sebagai Tani. Mayoritas pekerjaan lansia adalah sebagai Petani. Banyaknya kasus infeksi kulit pada lansia dikarenakan kondisi sawah yang lembab sehingga mengakibatkan munculnya jamur-jamur pada kaki lansia yang nantinya akan menimbulkan infeksi pada kulit.

      Pemilihan pengobatan dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap sakit. Ketika sakit yang diderita dianggap tidak serius, merupakan aib dan tidak mengganggu pekerjaan maka lansia cenderung membiarkan saja atau melakukan pengobatan sendiri seperti membeli obat di warung.           Lansia menganggap penyakit kulit merupakan penyakit yang memalukan sehingga lansia lebih memilih membeli obat sendiri atau tidak mengobatinya. Dalam hal ini perlu adanya pemanfaatan klinik sanitasi di puskesmas yang mana puskesmas melayani keluhan-keluhan pasien terhadap penyakit berbasis lingkungan yang dideritanya

 

b.     Penyakit Degeneratif

        Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran pola penyakit lansia yaitu jumlah lansia yang menderita penyakit degeneratif sebesar 56,8%. Penyakit yang paling banyak diderita lansia adalah Rematoid Arthritis (Rematik) sebesar 50,5%.

      Penyakit degeneratif yang paling banyak diderita lansia adalah rematik. Lansia di Kecamatan Pariaman Selatan memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi, yang mana kopi memiliki kandungan kafein yang akan memperparah penyakit rematik yang diderita lansia. Dalam hal ini perlu adanya senam rematik atau penyuluhan rematik kepada lansia di setiap posyandu atau di puskesmas.

3.     Perilaku Pencarian Pengobatan

a.     Tindakan Awal untuk Pengobatan

        Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lansia cenderung memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan sebagai tindakan awal pengobatan suatu penyakit. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilaporkan oleh Depkes RI (2009) yang menyatakan bahwa 62.65% penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke pengobatan tradisional, pengobatan modern, dan tidak berobat.

          Penelitian Saragih (2015), mendapatkan kebanyakan lansia akan membeli obat di warung ketika mereka merasakan gejala sakit. Faktor yang mendorong mereka untuk melakukan pengobatan sendiri karena obatnya mudah didapatkan, tidak memerlukan biaya yang mahal, tidak perlu mengantre lama, dan bisa dibuat sendiri di rumah. Selain itu faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam mencari pelayanan pengobatan juga karena pemberi pengobatan sering bersikap tidak ramah, kebiasaan anggota keluarga yang tidak langsung berobat ketika sakit, dan pengobatan modern yang membutuhkan cukup banyak biaya.

Di dalam pencarian pengobatan, apabila mereka sakit, maka mereka umumnya mencoba untuk mengobatinya dengan membeli obat-obat seperti yang diiklankan di televisi, radio, dan koran, kemudian setelah tidak sembuh baru berobat ke tenaga kesehatan.

          Berdasarkan penelitian, lansia cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan sebagai tindakan awal pengobatan. Sarana pelayanan kesehatan yang paling banyak dimanfaatkan yaitu posyandu. Ini dikarenakan posyandu di Kecamatan Pariaman Selatan sudah bagus, lansia-lansia aktif berkunjung ke posyandu serta kadernyapun hanya 5% yang tidak aktif. Dalam hal ini maka dalam meningkatkan kesehatan lansia, maka puskesmas dapat mengoptimalkan pelayanan dan pemberian informasi pada lansia melalui posyandu lansia yang tersebar di wilayah kerja Puskesmas Kurai Taji. Selain karena posyandu sudah bagus, pemilihan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan dipengaruhi oleh status pekerjaan lansia. Diketahui bahwa lansia banyak yang tidak memiliki pekerjaan. Ketika lansia tidak memiliki pekerjaan maka lansia akan bergantung kepada keluarganya termasuk anaknya. Pada penelitian, anak menjadi sumber pendapatan lansia Kecamatan Pariaman Selatan. Ketika lansia menderita penyakit maka lansia cenderung mencari pengobatan yang relatif murah. Posyandu merupakan pelayanan kesehatan yang sifatnya gratis, oleh karena itu lansia cenderung memanfaatkan posyandu sebagai tindakan awal pengobatan penyakitnya

 

b.     Tindakan Pengobatan Apabila Sakit Berat

     Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lansia penderita penyakit rematoid arthritis (rematik), penyakit infeksi kulit, hipertensi, gangguan penglihatan, dan diabetes melitus memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan modern sebagai tindakan pengobatan suatu penyakit apabila merasa penyakitnya tergolong berat.

        Hal ini sesuai dengan penelitian Saragih (2013), bahwa kebanyakan lansia akan menggunakan pengobatan modern setelah gejala sakit sudah dirasakan menganggu aktivitas atau juga dalam keadaan sudah parah. Berdasarkan penelitian, lansia di Kecamatan Pariaman Selatan cenderung memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan ketika sakit yang mereka derita sudah parah. Sarana pelayanan kesehatan yang banyak mereka manfaatkan adalah rumah sakit. Berdasarkan penelitian, lansia cenderung memilih sarana pelayanan kesehatan tertentu tergantung dari adanya persepsi, pengalaman dan pengaruh eksternal. Seperti adanya persepsi lansia untuk melakukan pengobatan ketika penyakit yang diderita sudah mengganggu pekerjaan, pengalaman masa lalu contohnya lansia berobat ke rumah sakit lalu sembuh maka lansia akan melakukan pengobatan ulang ke rumah sakit tersebut apabila menderita penyakit, selanjutnya adanya pengaruh eksternal yaitu dukungan keluarga. Lansia dalam penelitian ini banyak yang berusia 70 tahun. Usia tersebut cenderung memiliki kemandirian yang rendah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Lansia yang tidak mandiri akan membutuhkan keluarganya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ketika lansia sakit dan butuh pengobatan maka keluarga memiliki peran yang besar dalam menentukan pengobatan mana yang dipilih. Dalam hal ini maka puskesmas diharapkan dapat mengoptimalkan pelayanan lansia terutama di poli lansia melalui pengoptimalan program penunjang lansia seperti program prolanis dan sebagainya

4.     Perilaku Pencarian Pengobatan Berdasarkan Pola Penyakit

a.     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Rematik

      Berdasarkan hasil penelitian, diketahui hampir semua (89,6%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai bentuk tindakan awal pengobatan penyakit rematik, jika lansia merasa penyakitnya tergolong berat maka mereka lebih banyak (69,9%) menggunakan pelayanan kesehatan dan sebanyak 68,8% lansia menggunakan sarana pengobatan alternatif apabila mereka merasa penyakitnya tergolong berat.

Berdasarkan penelitian, tingginya kasus rematik dikarenakan mayoritas lansia yang diteliti berjenis kelamin perempuan. Perempuan lebih berisiko terkena rematik dibandingkan laki-laki. Berdasarkan penelitian, lansia umumnya menganggap bahwa rematik merupakan penyakit yang tidak serius karena tidak menimbulkan kematian. Hal ini sesuai dengan pernyatan Sarono (1997) menyatakan bahwa sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Pernyataan subjektif lansia terhadap sakit sangat mempengaruhi tindakan apa yang dilakukan. Dalam hal ini pihak puskesmas diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan mengenai rematik, kapan musti diobati, kemana diobati dan bagaimana pencegahan penyakit rematik.

 

b.     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Penyakit Infeksi Kulit

      Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lebih dari separuh (71,9%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai bentuk tindakan awal pengobatan penyakit infeksi kulit, jika lansia merasa sakitnya tergolong berat maka lansia lebih banyak menggunakan sarana pengobatan alternatif (75%) dan diikuti 62,5% lansia menggunakan pelayanan kesehatan ketika infeksi kulitnya parah.

       Tindakan awal pengobatan penyakit infeksi kulit pada lansia adalah dengan melakukan pengobatan sendiri. Pengobatan yang banyak dilakukan warga adalah dengan meracik obat tradisional dan membeli obat di warung-warung. Kecamatan Pariaman Selatan terletak di dekat pasar sehingga akses untuk menuju warung dalam membeli obat tidak menjadi hambatan lansia. Dalam hal ini puskesmas diharapkan dapat bekerja sama dengan apotik-apotik atau warung yang menyediakan obat-obatan yang tersebar di kecamatan Pariaman Selatan untuk diberikan penyuluhan mengenai pemanfaatan obat-obatan pada lansia.

 

c.     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Hipertensi

      Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa semua lansia (100%) akan melakukan pengobatan sendiri sebagai bentuk tindakan awal pengobatan dan apabila lansia merasa penyakit tersebut tergolong berat, maka lansia lebih banyak (60%) menggunakan pelayanan kesehatan.

        Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa semua lansia yang menderita hipertensi cenderung melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan dan akan memanfaatkan pelayanan kesehatan ketika sakitnya parah. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang tidak asing bagi lansia, hampir semua lansia menderita hipertensi. Penyakit yang dianggap lumrah oleh lansia mempengaruhi tindakan pengobatan apa yang dilakukannya. Ketika penyakit tersebut dianggap pasti akan mereka dapatkan maka mereka cenderung berusaha melakukan pengobatan sendiri. Dan ketika penyakit tersebut sudah bertambah parah maka mereka akan meniru perilaku pencarian pengobatan teman atau keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut.

 

d.     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Gangguan Penglihatan

      Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar (83,3%) lansia akan memilih pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan gangguan penglihatan dan apabila mengalami sakit berat maka responden cenderung menggunakan pelanana kesehatan.

Berdasarkan penelitian, lansia beranggapan bahwa gangguan penglihatan merupakan suatu kondisi yang memang akan mereka hadapi seiring bertambahnya usia. Kalaupun ada gangguan, dia yakin dalam waktu yang tidak lama penyakit yang diderita akan sembuh dengan sendirinya. Dalam hal ini, puskesmas diharapkan dapat membentuk paradigma sakit dan sehat lansia melalui penyuluhan di setiap posyandu-posyandu di Kecamatan Pariaman Selatan

 

e.     Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Diabetes Melitus

        Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa seluruh lansia (100%) akan memilih memanfaatkan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit diabetes melitus, dan jika sakit berat,  maka lansia akan memanfaatkan sarana pengobatan alternatif yaitu sebesar 100%, serta 50% lainnya menggunakan pelayanan kesehatan

       Berdasarkan penelitian, lansia akan  mempertimbangkan manfaat dari jenis pengobatan yang mereka pilih yaitu baik secara finansial maupun dari tingkat kesembuhan yang didapatkan. Mereka menimbang antara manfaat dan sakit yang dialaminya. Ketika penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan dengan pengobatan yang berkhasiat namun hemat waktu dan biaya, maka mereka akan mendahulukan jenis pengobatan seperti ini. Mereka cenderung memilih pengobatan yang mereka yakini bisa menyembuhkan penyakit yang tengah mereka derita dengan biaya yang serendahnya dan manfaat yang secepatnya.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil pembahasan yang telah dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.     Lansia dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut

a.     Lebih dari separuh lansia tergolong lansia risiko tinggi (53,4%)

b.     Sebagian besar (75,8%) lansia berjenis kelamin laki-laki

c.     Lansia paling banyak (40,4%) tamat SD

d.     Hampir separuh (47,2%) lansia dengan status menikah

e.     Lebih dari separuh (56,2%) lansia tidak bekerja lagi

f.      Lebih dari separuh (56,7%) lansia tinggal bersama keluarga

g.     Kurang dari separuh (44,4%) lansia sumber pendapatannya diperoleh dari anak

2.     Lebih dari separuh (56,8%) lansia menderita penyakit degeneratif.

3.     Lamanya lansia menderita penyakit kaitannya dengan jenis penyakit:

a.     Sebagian besar (94,1%) lansia telah menderita rematik selama lebih dari 3 bulan

b.     Sebagian besar (92,1%) lansia telah menderita penyakit infeksi kulit selama lebih dari 3 bulan

c.     Sebagian besar (79,1%) lansia telah menderita hipertensi selama lebih dari 3 bulan

d.     Semua lansia telah menderita gangguan penglihatan selama lebih dari 3 bulan

e.     Sebagian besar (81,8%) lansia telah menderita diabetes melitus selama lebih dari 3 bulan

4.     Perilaku pencarian pengobatan berdasarkan pola penyakit:

a.     Lebih dari separuh (89,6%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit rematik dan apabila sakit berat maka lansia lebih banyak (69,9%) menggunakan pelayanan kesehatan modern

b.     Lebih dari separuh (71,9%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit infeksi kulit dan apabila sakit berat maka lansia lebih banyak (75%) menggunakan sarana pengobatan alternatif

c.     Semua (100%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit hipertensi dan apabila sakit berat maka lansia lebih banyak (60%) menggunakan pelayanan kesehatan modern

d.     Lebih dari separuh (89,3%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit gangguan penglihatan dan apabila sakit berat maka lansia lebih banyak (62,5%) menggunakan pelayanan kesehatan modern

e.     semua (100%) lansia akan melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan awal pengobatan penyakit diabetes melitus dan apabila sakit berat maka semua (100%) lansia menggunakan sarana pengobatan alternatif

 

Saran

1       Puskesmas Kurai Taji

a.     Diharapkan dapat menambah media promosi kesehatan khususnya poster ajakan lansia untuk periksa ke sarana pelayanan kesehatan dengan sasaran lansia yang tidak terdaftar dalam posyandu lansia

b.     Diharapakan dapat mengoptimalkan pelayanan khususnya pada lansia seperti misalnya memanfaatkan program penunjang seperti Program Prolanis.

c.     Diharapakan dapat melakukan penyuluhan kepada lansia dan keluarga lansia mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis bagi lansia seperti posyandu dan pemanfaatan asuransi kesehatan bagi lansia

2.     Bagi Kader Posyandu Lansia

       Agar dapat memantau perilaku pencarian pengobatan lansia yang menderita penyakit degeneratif maupun penyakit infeksi yang sudah terdaftar dalam posyandu lansia dengan melakukan pencatatan perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan lansia.

3.     Bagi Peneliti Selanjutnya

        Diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut pada tahap analisis terkait melihat hubungan atau faktor-faktor penyebab munculnya perilaku pencarian pengobatan suatu penyakit.

 

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyani, S, T. 2015. Perilaku Pencarian Pengobatan Lansia Penderita Penyakit Degeneratif di Wilayah Kerja Puskesmas Karangduren, Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Jember

Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Pariaman. 2015. Profil Kesehatan Kota Pariaman Tahun 2015. Pariaman: Dinas Kesehatan Kota Pariaman

Erliawati. 2006. Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Tegal Sari Kota Medan Tahun 2005. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Sumatera Utara

Gaol. 2013. Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Sumatera Utara.

Kalangie, N, S. 1994. Kebudayaan Kesehatan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosio Budaya. Jakarta: PT Kesaint Blanc Indah Corp

Suryadi. Penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehayan di Indonesia. Suatu Tinjauan Metodologi dan Faktor yang Diteliti. Kelompok Studi Kesehatan Perkotaan, Jakarta. Bull Pen. Sistem Kesehatan. Vol 1, No. 1 Maret 1997. Dep. Kes RI. Badan Litbangkes, 1990

Tarigan, E. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia dalam Menunjang Gizi di Puskesmas Petisan Medan Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Sumatera Utara.

World Health Organization. 2015. World Health Statistics 2015. Dapat diakses di http://www.who .int/gho/mortality_burden_disease/life_tables/situation_trends/en/ [06 November 2016


 

Comments