keterkaitan kebijakan dan perubahan dalam organisasi

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang Masalah

Perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat terhindarkan dalam kehidupan setiap organisasi. Tuntutan perubahan terjadi di berbagai bidang kehidupan, baik individu, kelompok masyarakat, lembaga, organisasi, maupun perusahaan. Sumber utama pemicu perubahan bersal dari factor di luar organisasi dan factor dalam organisasi. Menurut Cummings dan Worley (1997) perubahan organisasi disebabkan oleh permasalahan atau munculnya ketidakwajaran yang menuntut organisasi untuk berubaha. Penyebab perubahan itu di antaranya kebutuhan proses, perubahan struktur industry, atau struktur pasar, perubahan persepsi, perubahan peraturan, pengetahuan baru yang menimbulkan makna baru dan inovasi. Tujuannya adalah agar organisasi mampu mengembangkan diri. Selain itu, factor teknologi juga berperan dalam mendorong terjadinya perubahan, kompetisi yang tinggi, dan tuntutan para pengguna jasa yang semakin meningkat. Akin dan Palmer (2000) menjelaskan bahwa kemajuan teknologi, tekanan social dan politik, perubahan segmen dan kekuatan internal yang meliputi permasalahan sumber daya manusia, dan perilaku pengelola menjadi penyebab terjadinya perubahan organisasi.                                                                                     

 Restrukturisasi organisasi atau perubahan organisasi (Organization Change) pada dasarnya adalah suatu kebijakan. Suatu kebijakan pada hakekatnya hanya sebuah konsep teoritis, namun keberhasilan suatu kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh pelaksanaannya (implementasi kebijakan). Kebijakan restrukturisasi organisasi pada hakekatnya bermaksud untuk melakukan perubahan atau penataan ulang struktur organisasi sehingga sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Kebijakan restrukturisasi organisasi akan mengakibatkan sebagian karyawan mungkin akan diuntungkan, namun sejumlah karyawan lain mungkin akan merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut sehingga implementasinya tidak tertutup kemungkinan mendapat banyak hambatan.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana keterkaitan kebijakan dan perubahan dalam organisasi?

1.3  Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan keterkaitan kebijakan dan perubahan dalam organisasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Konsep Organisasi

Mengenai definisi tentang organisasi, terdapat bermacam pendapat para ahli yang satu sama lain berbeda. Hal ini terkait dengan perbedan sudut pandang para ahli dan juga faktor disiplin ilmu yang berbeda. Akan tetapi kalau kita lihat dari unsure unsur yang terkandung di dalam masing-maing definisi tersebut terlhiat adanya kesamaan.

Pengertian organisasi menurut pendapat Stephen P. Robbins (1994 : 4) adalah kesatuan (entity) social yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Agar organisasi dapat selalu beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya, diperlukan proses transformasi. Gouillart & Kelly (1995) (dalam Sadu Wasistiono, 2003 : 85) mengemukakan model 4R untuk transformasi organisasi

yaitu :

·       Reframing corporate direction;

·       Restructuring the company;

·       Revitalizing the enterprise;

·       Renewing people.

Tahap pertama transformasi organisasi adalah menyusun kembali kerangka tujuan organisasi dengan menetapkan visi dan misi sesuai dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi (Analisis SWOT). Tahap kedua adalah menata ulang struktur oeganisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. Tahap ketiga adalah memperbaiki iklim, mekanisme serta budaya organisasi agar sesuai dengan visi dan misi yang baru. Tahap keempat adalah memperbaharui

orang, baik dalam arti fisik berupa pergantiang orang atau memperbaharui cara pandang dan semangatnya.

Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig (dalam Ati Cahayani, 2003 : 3) menyatakan bahwa suatu organisasi harus memuat 4 (empat) unsur utama. Keempat unsur utama tersebut adalah :

·       Goals oriented, berarti suatu organisasi selalu berorientasi pada pencapaian sasaran.

·       Psychosocial system, adanya hubungan antara orang dalam suatu kelompok kerja.

·       Structured activities, orang bekerja sama dalam hubungan yang berpola.

·       Tecnological system, anggota organisasi menggunakan teknologi dan pengetahuan dalam melakukan kegiatannya.

Pendapat lain dikemukakan oleh G. R. Terry (dalam Supardi dan Syaiful Anwar, 2002 : 4-5) yakni, organisasi berasal dari perkataan organisme yaitu suatu struktur dengan bagian-bagian yang demikian diintegrasi hingga hubungan mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan. Jadi sebuah organisasi terdiri dari dua bagian pokok yaitu : (1) Bagian-bagian dan (2) Hubungan-hubungan. Sedangkan menurut John M. Gaus (dalam Supardi dan Syaiful Anwar, 2002 : 5) organisasi adalah tata hubungan antara orang-orang untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi adalah sebagai struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan yang tertentu. Organisasi adalah merupakan suatu alat untuk pencapain tujuan dari berbagai pihak yang berada diluar organisasi tersebut, dan sebagai alat untuk pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu organisasi harus dibuat secara rasional,

dalam arti harus dibentuk dan beroperasi berdasarkan ketentuan formal dan perhitungan efisiensi, atau dapat dikatakan bahwa organisasi sesungguhnya merupakan kumpulan manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah kerja sama untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditentukan (Sedarmayanti, 2000 : 20).

 

2.2  Konsep Kebijakan

Pengertian kebijakan (policy) menurut Carl J. Friedrick (dalam M. Irfan Islamy, 2002 : 17) adalah “a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an abjective or a purpose“ (…”serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”).                             Pengertian berikutnya dikemukakan oleh James E. Anderson (dalam M. Irfan Islamy, 2002 ; 17) bahwa kebijakan itu adalah : “A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern“ (“Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu”).                                                                                                          Sedangkan menurut Duncan Mac Rae dan James A, Wilde (dalam Lexie Giroth, 2004 : 28), policy dimaknai sebagai suatu rangkaian tindakan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap sejumlah besar orang.

2.2.1      Fungsi Kebijakan

Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan untuk dipedomani oleh pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan eksternal.                   Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.

Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan dipandang sebagai: (1) pedoman untuk bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3) bantuan bagi pengambil keputusan (Pongtuluran, 1995:7).

Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.

 

2.2.2      Pendekatan dan Model Kebijakan

Ada tiga pendekatan yang sering digunakan para manajer dalam praktik pengelolaan organisasi, sebagaimana dikemukakan Linblom, yaitu:

a.     Pendekatan analisis, yaitu suatu proses membuat kebijakan yang didasarkan kepada pengambilan keputusan tentang masalah dan beberapa pilihan kebijakan alternatif atas dasar hasil analisis.

b.     Pendekatan politik, yaitu pembuatan kebijakan atas dasar pengambilan keputusan tentang pilihan kebijakan dengan pengaruh kekuasaan, tekanan dan kendali pihak lain.

c.     Pendekatan analisis dan politik, yaitu pendekatan ini digunakan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada pendekatan analisis dan pendekatan politik.

Berkaitan dengan model, dikemukakan oleh Dror dan Islamy (1988:18) bahwa ada tujuh model kebijakan, yaitu:

a.      Model rasional murni, yaitu model yang mengembangkan kebijakan secara rasional

b.      Model ekonomi, yaitu model yang mengembangkan kebijakan berdasarkan pertimbangan faktor ekonomi.

c.       Model keputusan berurutan, yaitu kebijakan yang mendasari pengambilan keputusan atas dasar beberapa kebijakan alternatif yang diperoleh dari eksperimen.

d.      Model inkremental, yaitu model yang menggunakan pendekatan pengambilan kebijakan atas dasar perubahan sedikitt demi sedikit.

e.      Model memuaskan, yaitu model yang mendasarkan keputusan atas dasar kebijakan alternatif yang paling memuaskan tanpa menilai kritis alternatif lain.

f.        Model ekstrarasional, yaitu model yang mendasarkan pengambilan kebijakan atas dasar dan pertimbangan sangat rasional.

g.       Model optimal, yaitu model yang mendasarkan pengambilan keputusan atas dasar gabungan berbagai metode secara terpadu untuk menghasilkan kebijakan yang optimal dan dapat diterima oleh semua pihak.

              Berdasarkan pendapat di atas, model kebijakan adalah suatu bentuk kebijakan yang diambil atas beberapa pertimbangan, baik dari pertimbangan, tujuan, strategi maupun keperluan lingkungan eksternal.

 

 

 

2.3  Konsep Restrukturisasi (Perubahan)

Dalam sistem manajemen modern, organisasi baik swasta maupun organisasi publik akan senantiasa eksis dan diakui legitimasinya jika sanggup melakukan penyesuaian terhadap perubahan dan dinamika masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, setiap organisasi formal kerap melakukan evaluasi terhadap kinerja struktur organisasinya sehingga secara tepat mengeluarkan kebijakan restrukturisasi perangkat organisasinya untuk disesuaikan dengan perubahan paradigma pembangunan dan dinamika yang berkembang di masyarakat sekitarnya.

Dikaitkan dengan perkembangan ilmu manajemen seperti dikemukakan Savage (1996) dalam Sedarmayanti (2000 : 57), tuntutan restrukturisasi dapat dikatakan sebagai pengejewantahan dari generasi kelima manajemen, yaitu manajemen yang berbasis kepada dynamic teaming, knowledge networking, cross border atau out of board serta virtual enterprise.

Kebijakan restrukturisasi dalam suatu organisasi formal pada prinsipnya memiliki dua tujuan yang sangat mendasar. Pertama, adalah menyangkut pemberdayaan internal organisasi. Sehubungan dengan pemberdayaan organisasi, Sedarmayanti (2000 : 82-83), mengungkapkan bahwa; Pemberdayaan organisasi dapat dilakukan dengan cara melakukan revitalisasi semua sumber daya yang dimiliki organisasi, sehingga memberi energi baru secara optimal, agar dapat menghasilkan organisasi lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Dalam konteks ini, restrukturisasi dipandang sebagai sebuah langkah strategis yang ditempuh oleh suatu organisasi yang dapat diwujudkan melalui perubahan format dan susunan struktur organisasi yang lama dan menyusun  kembali format struktur organisasi baru yang disesuaikan dengan kebutuhan keorganisasian serta beban kerja perangkat organisasi. Selain perubahan susunan struktur organisasi, kebijakan restrukturisasi ini juga meliputi aspek kinerja organisasi, kerja sama operasional, sistem dan prosedur kerja serta pendelegasian wewenang dan prosedur. Kedua, adalah tujuan eksternal, yaitu mengakomodir dan merespon tuntutan serta kebutuhan masyarakat yang kompleks. Disamping itu, kebijakan restrukturisasi juga bermaksud menyesuaikan perangkat organisasi dengan perubahan lingkungan eksternal organisasi yang semakin maju dan berkembang, serta perubahan-perubahan lain yang mengiringi perkembangan struktur kehidupan sosial masyarakat.

Dalam pengertian yang umum, konsep restrukturisasi orgnaisasi pada dasarnya adalah sebuah bentuk penataan ulang (redesign) struktur organisasi untuk disesuaikan dengan perkembangan. Organisasi dikatakan dapat berhasil di masa depan apabila mampu untuk selalu merekayasa ulang dirinya. Merekayasa ulang dapat diartikan sebagai penataan ulang, disebut juga Restrukturisasi. Nugroho (2001 : 15).

Sedangkan Bennis dan Mische (1995 : 33-34) menyatakan bahwa “untuk terus maju dan bertahan di Abad ke-21, organisasi yang ada saat ini harus menata ulang dirinya untuk menciptakan perusahaan masa depan”. Mereka menyatakan bahwa sebuah organisasi dalam menghadapi setiap perubahan dengan segala konsekuensi maka hendaknya organisasi tersebut melakukan penataan ulang, dengan kata lain restrukturisasi, agar mampu menciptakan perusahaan masa depan, dalam konteks pemerintahannya adalah sebuah organisasi yang berorientasi pada pelayanan. Untuk itu menurut mereka organisasi diharapkan lebih ramping, lebih cepat, lebih cerdas – mampu berubah sejalan dengan unsur lain dalam lingkungannya.

Proses restrukturisasi yang berkualitas dan terencana dengan baik akan berdampak positif terhadap pola penempatan karyawan yang tepat. Penempatan karyawan yang tepat adalah penempatan individu-individu dalam unit organisasi kerja sesuai dengan keahlian dan latar pendidikan yang dimiliki. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dalam unit-unit organisasi tersebut.

Pemberian peluang yang sama terhadap semua struktur untuk menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan uraian tugas yeng telah ditetapkan akan sangat baik pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja karyawan dalam struktur tersebut. Berkaitan dengan hal ini, Sitanggang (1997 :139) mengemukakan bahwa organisasi yang baik harus memberi peluang kepada semua struktur bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing pada waktu dan tempat yang paling sesuai.

Perusahaan perlu mengevaluasi kinerjanya serta melakukan serangkaian perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan dilaksanakan secara terus menerus, sehingga kinerja perusahaan makin baik dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan. Salah satu strategi untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan adalah dengan cara restrukturisasi. Restrukturisasi dapat berarti memperbesar atau memperkecil struktur perusahaan. Menurut beberapa ahli, definisi restrukturisasi adalah sebagai berikut:

Restrukturisasi, sering disebut sebagai downsizing atau delayering, melibatkan pengurangan perusahaan di bidang tenaga kerja, unit kerja atau divisi, ataupun pengurangan tingkat jabatan dalam struktur oganisasi perusahaan. Pengurangan skala perusahaan ini diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas (David,F, 1997)

Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu perubahan yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit manajemen, perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perusahaan. Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang kritis, menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya akuisisi secara efektif. Hasilnya adalah perusahaan yang kuat, atau merupakan transformasi industri. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perusahaan berada pada titik undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi. Restrukturisasi perusahaan bertujuan untukmemperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan (Bramantyo, 2004).

2.3.1      Tujuan Restrukturisasi

Menurut Bramantyo (2004) restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Bagi perusahaan yang telah go public, maksimalisasi nilai perusahaan dicirikan oleh tingginya harga saham perusahaan, dan harga tersebut dapat bertengger pada tingkat atas. Bertahannya harga saham tersebut bukan permainan pelaku pasar atau hasil goreng menggoreng saham, tetapi benar-benar merupakan cermin ekspektasi investor akan masa depan perusahaan. Sejalan dengan perusahaan yang sudah go public, harga jual juga mencerminkan ekspektasi investor atas kinerja masa depan perusahaan. Sedangkan bagi yang belum go public, maksimalisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual perusahaan tersebut.

2.4  Kenapa Suatu Kebijakan Restrukturasi Organisasi Gagal ?

Kadang proses restrukturasi organisasi tidak mencapai hasil sesuai yang diharapkan kalau tidak dibilang gagal. Seringkali sulit dipahami kenapa proses restrukturasi organisasi yang sudah disusun secara matang mengalami kegagalan?           Restrukturasi organisasi atau perubahan organisasi (organization Change) pada dasarnya adalah suatu kebijakan. Suatu kebijakan pada hakikatnya hanya sebuah konsep teoritis, namun keberhasilan suatu kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh pelaksnaan (implementasi kebijakan). Seperti dikatakan oleh Dunn (1987:56), Policy implementation in values is execution and steering of a laws of action overtime. Policy implementation is essentially a practical activity, as sistinguished frol policy formulation, which is essentially theorical”. (pada hakikatnya pelaksanaan kebijakan adalah terus –menerus. Pelaksanaan kebijakan pada dasarnya merupakan kegiatan praktis, yang berbeda dengan perumusan kebijakan yang pada dasarnya teoritis). Dengan demikian, kebijakan yang dirumuskan secara teoririts berbeda dengan kebijakan yang dilaksanakan secara praktis.                                                               Dalam suatu kebijakan terdapat 3 elemen penting yang saling berkaitan atau mempengaruhi satu sama lainnya yaitu: pelaku kebijakan, kebijakan dan lingkungan kebijakan. Oleh karena itu, konsep kebijakan yang baik saja belum cukup, tetapi harus memperhatikan juga elemen kebijakan yang lain seperti: pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan.

Wibawa (1994:41) mengemukakan agar pelaksanaan kebijakan efektif perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

·       Isu kebijaksanaan, dalam pengertian ini restrukturasi organisasi harus mempertimbangan kaidah-kaidah dalam penyusunan struktur organisasi yang baik.

·       SDM, dukungan, kesiapan, dan optimism karyawan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan sangat menentukan keberhasilan implementasi.

·       Manajemen, implementasi kebijakan harus dikelola dengan baik sesuai kaidah dalam manajemen dari mulai tahap penetapan tujuan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannnya.

·       Dukungan lingkungan, dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan organisasi/ perusahaan seperti: pemerintah, serikat kerja, pelanggan dan perhatian terhadap pesaing sangat diperlukan agar implementasi berjalan lancar.

Kebijakan restrukturasi organisasi akan mengakibatkan sebagaian karyawan mungkin akan di untungan, namun sejumlah karyawan lain mungkin akan merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut sehingga implementasinya tidak tertutup kemungkinan mendapat hambatan.                                                                         Paling sedikit ada empat penjelasan, mengapa organisasi menentang perubahan?. Pertama, para anggota tahut kehilangan apa yang sudah mereka miliki. Mereka yang berkuasa, berada di posisi yang paling baik untuk meprakarsai perubahan biasanya adalah yang akan paling rugi. Kedua, kebanyakan organisasi adalah birokrasi. Struktur demikian mempunyai mekanisme yang secara otomatis terdapat pada dirinya yang bekerja melawan perubahan. Ketiga, kebanyakan perusahaan dapat mengelola lingkungan mereka, dan oleh karenanya, telah melindungi diri mereka terhadap kebutuhan akan perubahan. Terakhir, budaya organisasi menentang tekanan kearah perubahan. (Robbins, 1994:439)

Hasil studi Longitudinal seperti dikutip kreitner dan Kinicki (terjemahan Erly Suandi, 2003:91) menguatkan pendapat tersebut, bahwa perubahan organisasi yang sukses akan sangat tergantung pada budaya organisasi. Budaya bertahan terhadap perubahan, misalnya dapat mengurangi efektivitas tipe perubahan organisasi.

2.5  Kenapa Perubahan Sulit Dilakukan?

Kembali kepada aspek perubahan. Pertanyaan yang sering muncul adalah: mengapa manajer sulit melalkukan perubahan? Jawabannnya adalah karena fungsi manajer yang empat: planning, Organizing, Leading and Controlling tidak berjalan. Hal ini disebabkan bahwa pada kenyataannya banyak manajer yang bukan leader, sehingga sulit membuat perubahaan. Padahal, untuk melakukan perubahan itu, diperlukan seorang leader yang hebat.                                                                          Leader yang hebat adalah leader yang mampu melakukan penetapan arah. Penetapan arah tidak sama dengan perencanaan dan penganggaran. Perencanaan adalah proses manajemen yang bukan melakukan perubahan yang sifatnya deduktif dan ditujukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penetapan arah lebih bersifat induktif. Karena fungsi kepemimpinan adalah menciptakan perubahan, maka menentukan arah perubahan tersebut merupakan hal yang sangat fundamental bagi kepemimpinan.                                                                                                       Leader yang hebat adalah leader yang mampu menggalang orang. Penggalangan orang tidak sama dengan pengorganisasian dan penempatan Staf. Penggalangan orang selalu melibatkan berbicara kepada lebih banyak individu daripada pengorganisasian. Penggalangan berarti pemberdayaan dengan suatu cara tertentu yang jarang digunakan dalam pengorganisasian.                                                        Leader yang hebat adalah leader yang mampu memotivasi orang. Memotivasi orang tidak sama dengan mengendalikan dan memecahkan masalah. Manajemen mengendalikan orang dengan mendorong mereka kearah yang benar. Kepemimpinan memotivasinya dengan memenuhi kebutuhan dasar manusiawi.

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Secara keseluruhan, isi makalah di atas dinyatakan bahwa dalam manajemen perubahan, perlu ada arah perubahan yang jelas. Arah saja tidak cukup, harus ada komitmen pelaku perubahan agar arah, rencana, dan tujuan perubahan bukan hanya leap service. Arah dan komitmen saja tidak cukup, harus pandai-pandai melihat keadaan. Ada kelenturan dalam menetapkan peraturan kea rah perubahan. Arah, komitmen, dan pandai-pandai saja tidak cukup, harus ada semangat menjaga komitmen jangan sampai putus. Bahaya besar menanti bila komitmen putus di tengh-tengah proses menuju perubahan. Arah, komitmen, pandai-pandai, dan semangat saja tidak cukup, harus ada dukungan dan kerja sama dalam melakukan perubahan. Tanpa dukungan, perubahan akan terasia sulit dan sangat lama. Arah, komitmen, pandai-pandai, semangat, dan dukungan saja tidak cukup, harus ada doa.

3.2 Saran

Berdasarkan isi makalah di atas maka saran penulis adalah:

1.     Kepada mahasiswa diharapkan makalah ini bisa dijadikan salah satu referensi dalam mata kuliah manajemen perubahan

2.     Kepada pembaca diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan pembaca bagaimana menanggapi suatu perubahan dalam suatu organisasi

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Siyato, Sandu. 2015. Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Yogyakarta: Andi

Ma’arif, Syamsul. 2003. Manajemen Operasi. Bogor: Irasindo

Setyanti, Erika. 2015. Komitmen pada Perubahan Organisasi (Perubahan Organisasi dalam Perspektif Islam dan Psikologi). Yogyakarta: Deepublish

http://ibnudblog.blogspot.co.id/2009/02/restrukturisasi-organisasi-atau-budaya.html. Diakses pada 2 Oktober 2016

Comments