BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kepemimpinan
yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggung
jawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat
berhasil. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang
diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih
banyak orang keluar “kotak organisasi” dan harus mendorong setiap orang untuk berani mengemukakan pendapat.
Etika dari
pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati orang dan menghargai kekuatan
dan kontribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan pentingnya komunikasi yang
terbuka, jujur, bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan yang lain, mengakui
nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasaan pelanggan,
berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang
tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif. Nilai-nilai
etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi tempat yang
lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Pada dasarnya
pemberdayaan merupakan pelepasan atau pembebasan, bukan pengendalian energi
manusia yang dilakukan dengan meniadakan segala peraturan, prosedur, perintah
dan lain-lain yang tidak perlu, yang merintangi organisasi untuk mencapai
tujuannya. Pemberdayaan bertujuanmenghapuskan
hambatan-hambatan sebanyak mungkin guna membebaskan organisasi dan orang-orang
yang bekerja di dalamnya, melepaskan mereka dari halangan-halangan yang hanya
memperlambat reaksi dan merintangi aksi mereka.
Visi, pemimpin
yang memberdayakan melihat semuanya secara luas dan mendorong pemahaman anggota
tim tentang bagimana cara mereka menyesuaikan diri dengan situasi dan berbagi
dengan anggota tim tentang kemungkinan-kemungkinan baru di masa mendatang.
Mereka memotivasi yang lain dengan visi tentang apa yang mereka coba meraih dan
mendorong tim untuk memikirkan cara sampai ke sana. Realita, kepemimpinan yang
memberdayakan menanggapi dan mencari fakta-fakta tentang apa yang sebenarnya
sedang terjadi. Mereka tetap menjaga agar kaki mereka tetap menginjak bumi
dengan secara teratur “memeriksa realita” dan tidak mudah terpedaya atau
mengabaikan tanda-tanda peringatan. Mereka menyadari akan keberadaan orang lain
dan keberadan mereka sendiri.
Pemimpin yang
memberdayakan sensitif terhadap orang (sesama manusia), siap memenuhi kebutuhan
orang lain dan melakukannya dengan cara etis yang akan membangun saling percaya
dan menghormati. Keberanian, pemimpin yang memberdayakan adalah pemimpin yang
siap bernisiatif dan mau mengambil resiko. Mereka tidak terbelenggu oleh
cara-cara lama dalam menangani sesuatu di masa lalu atau oleh
ketakutan-ketakutan akan kesalahan yang tidak beralasan.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Apa itu
pemberdayaan Masyarakat dan pemberdayaan sejati ?
2.
Bagaimana Proses
Pemberdayaan Masyarakat ?
3.
Bagaiaman Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat ?
4.
Bagaimana proses partisipasi
masyarakat ?
5.
Apa manfaat partisipasi
masyarakat ?
6.
Faktor apa saja yang yang
mempengaruhi partsispasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memulihkan atau
meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu berbuat sesuai dengan
harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak – hak dan tanggung jawab
mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara.
Tujuan
akhir pemberdayaan masyarakat adalah pulihnya nilai – nilai manusia sesuai
harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang unik, merdeka dan mandiri. (1) unik
dalam konteks kemajemukan manusia;(2)merdeka dari segala belenggu internal
maupun eksternal termasuk belenggu keduniawian dan kemiskinan (3) mandiri untuk
mampu menjadi programer bagi dirinya dan bertangung jawab terhadap diri sendiri
dan sesama.
2.2. Pemberdayaan Sejati
Pemberdayaan
Sejati adalah upaya pembebasan ,pemulihan dan transformasi sosial melalui
penguatan nilai-nilai universal manusia menuju kearah kemandirian masyarakat
(zen ibrahim bajammal).
Wujud
dari keberdayaan sejati adalah kepedulian, kejujuran, bertindak adil, tidak
mementingkan diri sendiri dan sifat – sifat baik lainnya. Manusia – manusia
berdaya tidak akan merusak dan merugikan orang lain tetapi memberikan cinta
kasih yang ada dalam dirinya kepada orang lain dengan tulus sehingga hidupnya
bermakna bagi dirinya dan memberikan manfaat bagi lingkungan. Terciptanya
komunitas yang berdaya seperti inilah yang akan bisa menanggulangi kemiskinan
yang diakibatkan oleh lunturnya nilai – nilai kemanusiaan.
2.3. Proses Pemberdayaan Masyarakat
Maksud
pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya (tujuan umum). Dalam proses
tersebut masyarakat bersama-sama melakukan hal-hal berikut:
a) Mengidentifikasi
dan mengkaji permasalahan, potensinya serta peluang
Tahap ini
sering dikenal dengan “kajian keadaan pedesaan partisipatif” atau sering
dikenal dengan Participatory Rural Appraisal (PRA). PRA adalah
suatu pendekatan yang memanfaatkan macam-macam teknik visualisasi (misalnya
gambar, tabel dan bentuk/diagram) untuk proses analisa keadaan. Kegiatan ini
dimaksudkan agar masyarakat mampu dan percaya diri dalam mengidentifikasi serta
menganalisa kedaannya, baik potensi maupun permasalahannya. Pada tahap ini
diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Tahapan dalam proses kajian meliputi:
1) persiapan
desa dan masyarakat (menentukan teknis pertemuan),
2) persiapan
dalam tim (kesepakatan teknik PRA, alat dan bahan, pembagian peran dan
tanggungjawab)
3) Pelaksanaan
kajian keadaan: kegiatan PRA
4) Pembahasan
hasil dan penyusunan rencana tindak lanjut.
b) Menyusun
rencana kegiatan kelompok, berdasarkan hasil kajian
Setelah
teridentifikasi segala potensi dan permasalahan masyarakat, langkah selanjutnya
adalah memfokuskan kegiatan pada masyarakat yang benar-benar tertarik untuk
melakukan kegiatan bersama. Pembentukan kelompok berdasar kemauan masyarakat
dan dapat menggunakan kelompok-kelompok yang sudah ada sebelumnya dilengkapi
dengan kepengurusan dan aturan. Kelompok dengan difasiltasi oleh fasilitator
menyusun rencana kelompok berupa rencana kegiatan yang konkrit dan realistis.
c) Menerapkan
rencana kegiatan kelompok
Rencana yang
telah disusun bersama dengan dukungan fasilitasi dari pendamping selanjutnya
diimplementasikan dalam kegiatan yang konkrit dengan tetap memperhatikan
realisasi dan rencana awal. Pemantauan pelaksanaan dan kemajuan kegiatan
menjadi perhatian semua pihak, selain itu juga dilakukan perbaikan jika
diperlukan.
d) Memantau
proses dan hasil kegiatan secara terus menerus (Monitoring dan Evaluasi
Partisipatif/M & EP).
M & EP
dilakukan secara mendalam pada semua tahapan pemberdayaan masyarakat agar
proses PM berjalan dengan tujuannya. M & EP adalah suatu proses penilaian,
pengkajian dan pemantauan kegiatan PM, baik prosesnya (pelaksanaan)
maupun hasil dan dampak nya agar dapat
disusun proses perbaikan kalau diperlukan.
2.4.Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat
Berdasar
pendapat Sunyoto Usman (2003 : 40-47 ) ada beberapa strategi yang dapat menjadi
pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam
pemberdayaan masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan
melindungi.
Dalam upaya
memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu
1.
menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang
dapat dikembangkan.
2.
Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering), upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan,
dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi
seperti modal, lapangan kerja, dan pasar.
3.
Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Berbicara tentang pendekatan, bila dilihat dari proses
dan mekanisme perumusan program pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan
cenderung mengutamakan alur dari bawah ke atas atau lebih dikenal
pendekatan bottom-up. Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan
semua pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam
perencanaan adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong keterlibatan dan
komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya.
Partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan,
atau dalam pengambilan keputusan. Model pendekatan dari bawah mencoba
melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan. Pendekatan yang dilakukan
tidak berangkat dari luar melainkan dari dalam. Seperangkat masalah dan
kebutuhan dirumuskan bersama, sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama. Model
bottom memulai dengan situasi dan kondisi serta potensi lokal. Dengan kata lain
model kedua ini menampatkan manusia sebagai subyek. Pendekatan “bottom up”
lebih memungkinkan penggalian dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Hal
ini disebabkan karena masyarakat lebih merasa “memiliki”, dan merasa turut
bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan, yang nota bene memang
untuk kepentingan mereka sendiri. Betapa pun pendekatan bottom-up memberikan
kesan lebih manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun tidak lepas
dari kekurangannya, model ini membutuhkan waktu yang lama dan belum menemukan
bentuknya yang mapan.
Dalam pelaksanaan program dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat, strategi yang dilakukan pada dasarnya adalah
sebagai berikut :
a. Mengedepankan
fasilitasi untuk meningkatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam
pengelolaan program/kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengembangkan
komunikasi, konsultasi, dan diskusi publik bersama masyarakat dalam menjaring
aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pembangunan.
c. Membangun
kemitraan dengan seluruh pelaku pembangunan untuk secara sinergis melakukan
upaya bersama dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
d. Memotivasi
tokoh-tokoh masyarakat, baik yang berada di ranah maupun di rantau untuk
berperan aktif dalam pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat.
e. Mengembangkan
komunikasi, konsultasi dan koordinasi antar SKPD baik propinsi maupun
kabupaten dan kota.
f. Mengutamakan
peranserta masyarakat dari pada peran pemerintah.
g. Mengembangkan
komunikasi, konsultasi, dan koordinasi dengan pusat dan kabupaten dan kota
dalam memantapkan pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat.
2.5. Pengertian
Partisipasi
Partisipasi oleh
banyak kalangan disamakan pengertiannya dengan keikut sertaan, turut serta
mengambil bagian. Hal ini menunjukkan adanya unsure keterlibatan dari dalam
suatu kegiatan.Secara Etimilogi kata partisipasi berasal dari bahasa inggris
yaitu :
“Participation
ialah kata benda orang ikut mengambil bagian, peserta, TO Participate adalah
kata kerja, ikut mengambil bagian,“participation” adalah hal mengambil bagian”.
(Wojowasito W.J.S. Poerwadarminto: 243)
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam partisipasi itu
terkandung adanya keterlibatan diri dari seseorang atau kelompok orang dalam
suatu kegiatan. Pernyataan ini kemudian di dukung oleh defenisi yang
dikemukakan oleh The Liang Gie Bahwa :
“Participation adalah
peserta, setiap orang yang turut serta dalam suatu kegiatan, participation
adalah pengikut sertaan suatu aktifitas untuk membangkitkan persamaan serta
dalam kegiatan organisasi, turut dalam serta dalam organisasi”.( The Liang
Gie:103)
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi
yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
2.6.
Peranan Partisipasi Masyarakat
Menurut
Notoatmodjo (2007), di dalam partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut
suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada
dana dan finansial saja tetapi dapat
berbentuk daya (tenaga) dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat diwujudkan di
dalam 4 M, yakni manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda
lain seperti kayu, bambu, beras, batu, dan sebagainya), dan mind (ide
atau gagasan). Supaya lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:

![]() |
![]() |
||


|


M
ind/ideas
2.7. Manfaat
Partisipasi
Menurut
Pariatra Westra (Widi Astuti, 2008:14) manfaat partisipasi adalah:
a. Lebih
mengemukakan diperolehnya keputusan yang benar.
b. Dapat
digunakan kemampuan berpikir kreatif dari para anggotanya.
c. Dapat
mengendalikan nilai-nilai martabat manusia, motivasi serta membangun kepentingan
bersama.
d. Lebih
mendorong orang untuk bertanggung jawab.
e. Lebih
memungkinkan untuk mengikuti perubahan.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Burt K. Schalan dan Roger (Widi Astuti, 2008:14) bahwa
manfaat dari partisipasi adalah:
a. Lebih
banyak komunikasi dua arah.
b. Lebih
banyak bawahan mempengaruhi keputusan.
c. Manajer
dan partisipasi kurang bersikap agresif.
d. Potensi
untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif, diakui dalam derajat lebih
tinggi.
Dari
pendapat-pendapat di atas tentang manfaat partisipasi, dapat disimpulkan bahwa
partisipasi akan memberikan manfaat yang penting bagi keberhasilan organisasi
yaitu:
a. Lebih
memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar karena banyaknya sumbangan yang
berarti dan positif.
b. Mengedepankan
komunikasi dua arah sehingga baik bawahan maupun atasan memiliki kesempatan
yang sama dalam mengajukan pemikiran.
c. Mendorong
kemampuan berpikir kreatif demi kepentingan bersama.
d. Melatih
untuk bertanggung jawab serta mendorong untuk membangun kepentingan bersama.
e. Memungkinkan
untuk mengikuti setiap perubahan yang terjadi.
2.8.
Faktor yang mempengaruhi Partisipasi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, lamanya tinggal.
a. Usia
Faktor
usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah
ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari
kelompok usia lainnya.
b. Jenis
Kelamin
Nilai
yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada
dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak
masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan
tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya
gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
c. Pendidikan
Pendidikan
dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan
dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu
sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat
d. Pekerjaan
dan Penghasilan
Hal
ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan
menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan
yang baik dan mencukupi kebutuhan seharihari dapat mendorong seseorang untuk
berpartisipasi dalam kegiatankegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.
e. Lamanya
Tinggal
Lamanya
seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu danpengalamannya berinteraksi
dengan lingkungan tersebut akanberpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin
lama ia tinggal dalamlingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap
lingkungan cenderunglebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap
kegiatanlingkungan tersebut.
2.9. Strategi Partisipasi Masyarakat
Strategi partisipasi masyarakat
menurut Notoatmodjo (2007) :
1.
Lembaga Sosial
Desa atau Lembaga Kerja Pembangunan Masyarakat Desa (LKPMD) adalah suatu wadah
kegiatan antar disiplin di tingkat desa, tiap kelurahan atau desa mempunyai
lembaga semacam ini. Tugas utama lembaga ini adalah merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan pembangunan di desanya, termasuk juga
pembangunan di bidang kesehatan. Oleh karena itu, tenaga kesehatan dari
puskesmas dapat memanfaatkan lembaga ini untuk menjual idenya, dengan
memasukkan ide-idenya ke dalam program LKPMD.
2.
Program yang
dijual oleh Puskesmas ke lembaga ini tidak harus kesehatan, tetapi juga
kegiatan-kegiatan non kesehatan yang akhirnya akan menyokong program kesehatan,
misalnya; pertanian, peternakan, pendidikan, dan lain-lain.
3.
Puskesmas dapat
dijadikan pusat kegiatan, walaupun pusat perencanaannya adalah di desa (LKPMD),
dan petugas kesehatan adalah merupakan motivator dan dinamisatornya.
4.
Dokter puskesmas
atau petugas kesehatan yang lain dapat membentuk suatu team work yang
baik dengan dinas-dinas atau instansi-instansi lain.
5. Dalam
pelaksanaan, program dapat dimulai desa demi desa tidak usah seluruh desa di
kecamatan tersebut. Hal ini untuk menjamin agar puskesmas dapat memonitor dan
membimbingnya dengan baik. Bilamana perlu membentuk suatu proyek percontohan
sebagai pusat pengembangan untuk desa yang lain.
6.
Bila desa ini masih dianggap terlalu
besar, maka dapat dimulainya dari tingkat RW atau RT yang populasinya lebih
kecil, sehingga mudah diorganisasi
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Pemberdayaan
masyarakat dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memulihkan atau
meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu berbuat sesuai dengan
harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak – hak dan tanggung jawab
mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara.Maksud
pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya (tujuan umum).
Partisipasi oleh
banyak kalangan disamakan pengertiannya dengan keikut sertaan, turut serta
mengambil bagian. Hal ini menunjukkan adanya unsure keterlibatan dari dalam
suatu kegiatan.Secara Etimilogi kata partisipasi berasal dari bahasa inggris
yaitu :
“Participation
ialah kata benda orang ikut mengambil bagian, peserta, TO Participate adalah
kata kerja, ikut mengambil bagian,“participation” adalah hal mengambil bagian”.
(Wojowasito W.J.S. Poerwadarminto: 243)
Comments
Post a Comment