ANALYSIS OF DAN ANALYSIS FOR POLICY ( Peraturan Kementerian Kesehatan No 21 Tahun 2016 Tentang Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah)

 

  1. Pendahuluan

Analisis kebijakan adalah suatu proses yang memerlukan pendekatan multidisiplin ilmu yang terkait dengan situasi dan masalah kebijakan yang muncul. Perhatian yang harus dimiliki oleh aAnalis kebijakan:

  • Perhatian terhadap problems/masalah dan hubungan antara

  • kebijakan publik dengan masalah tersebut

  • Perhatian terhadap content (isi) dari kebijakan publik

  • Perhatian terhadap apa yang dilakukan dan tidak dilakukan

  • oleh pembuat kebijakan (lebih fokus pada input dan proses)

  • Perhatian terhadap konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan dalam kaitannya dengan output dan outcomes.

Untuk dapat memberikan penekanan tentang pentingnya kegiatan analisis kebijakan (agar lembaga pemerintah tidak tertinggal dari stakeholders lainnya seperti partai politik, pressure group) maka pembentukan analis kebijakan sebagai sebuah jabatan fungsional sudah merupakan suatu hal yang mendesak dalam rangka memberikan support kepada pemerintah sebagai salah satu policy actor.


  1. Pembahasan

Dalam kegiatan menganalisis kebijakan, Wayne Parsons (2001) membedakan antara analysis of policy danengan analysis for policy.

  1. Analysis of policy  Peraturan Kementerian Kesehatan No 21 Tahun 2016

  1. Batasan sebuah kebijakan

Dana Kapitasi merupakan dana yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Dana tersebut dibayarkan di muka setiap bulan tanpa memperhitungkan banyaknya pasien peserta JKN yang berobat dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas.

Peraturan Menteri Kesehatan No 21 tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik  Pemerintah Daerah dilahirkan untuk melengkapi kekurangan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya seperti Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 bahwa belum menampung perkembangan kebutuhan implementasi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional. Peraturan Menteri Kesehatan no 21 tahun 2016 ini diharapkan dapat menampung kebutuhan dalam hal penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional.

PERMENKES No 21 tahun 2016 ini mulai berlaku sejak diundangkan yaitu tanggal 18 mei 2016 yang pada Bab I pasal 2 disebutkan Pengaturan penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada FKTP milik pemerintah daerah ditujukan bagi FKTP milik pemerintah daerah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah.

  1. Isi Kebijakan

Sebagaimana diketahui, tanggal 21 April 2014, terbit dan diundangkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun2014 tentang Pengeloaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi pada FKTP milik Pemerintah daerah. Diperinci kemudian dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 tahun 2014 yang terbit tanggal 24 April 2014 dan diundangkan pada 2 Mei 2014. Terakhir, pada tanggal 20 April 2016 telah terbit (dan diundangkan tanggal 18 Mei 2016)  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2016 sebagai revisi terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 tahun 2014.             Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2016, Ada beberapa poin yang tetap seperti bahwa besaran jasa pelayanan dialokasikan sekurang-kurangnya 60% dari dana kapitasi (pasal 3 ayat 2). Setiap tahunnya, besaran alokasi adalah usulan dari SKPD Dinkes dan ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan beberapa pertimbangan Tunjangan yang telah diterima dari Pemda, Kegiatan Operasional Pelayanan Kesehatan sesuai target dan Kebutuhan obat, alat kesehatan dan BMHP

Selain itu, ada beberapa perubahan pada Permenkes yang baru ini dibanding Permenkes sebelumnya (Dwi, 2016):

  • Pada pasal 4 ayat (2) diperinci jenis ketenagaan bahwa Tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan meliputi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan pegawai tidak tetap, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

  • Pada ayat (5) ada perubahan skor penilaian antar tenaga kesehatan dan non kesehatan. Begitu juga pembedaan tambahan skor bila merangkap tugas administratif seperti kepala FKTP, bendahara maupun kepala tata usaha. Pada Permenkes sebelumnya, ketiganya mendapat tambahan skor yang sama. 

  • Begitu juga bagi yang merangkap tugas sebagai penanggung jawab program (ayat 6), juga mendapat tambahan nilai untuk setiap program yang diampu. Ini artinya mendukung juga adanya aktivitas program FKTP di luar program kuratif. 

  • Terhadap masa kerja, ada pembedaan tambahan skor (ayat 7). 

  • Rincian dari penilaian terhadap variabel kehadiran (ayat 8). Bahkan dilampirkan contoh perhitungan jasa pelayanan yang diterima masing-masing tenaga kesehatan. 

  • Hal menarik lainnya dari Permenkes baru ini adalah penetapan bagaimana memanfaaatkan sisa dana kapitasi. Ditegaskan bahwa bila terdapat dana sisa, maka dimanfaatkan untuk tahun anggaran berikutnya. Tetapi harus tetap sama bahwa sisa dana porsi jasa pelayanan hanya untuk jasa pelayanan, dan sebaliknya dengan biaya operasional. Hal ini menarik karena masih adanya masalah terhadap sisa dana kapitasi di akhir tahun anggaran.(Yulianto, 2016)

  1. Monitoring dan Evaluasi 

Berdasarkan BAB VI mengenai Pembinaan dan Pengawasan yaitu Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala FKTP secara berjenjang dan secara fungsional oleh Aparatur Pengawas Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 





Setelah melihat batasan kebijakan, isi kebijakan dan monitoring serta evalausi dari kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2016 melalui analysis of policy, maka melalui  segitiga analisis kebijakan kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2016 dapat dikelompokkan yang terdiri dari aktor, konteks, isi, dan proses (Walk and Gilson, 1994) :

  • Aktor (Pelaku) Kebijakan

    • Kementerian Kesehatan mengidentifikasi isu-isu sebagai bahan perumusan kebijakan

    • Pemerintah Pusat (Presiden Republik Indonesia) yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

    • Lembaga Yudikatif mempunyai peran dalam kebijakan publik melalui pengujian kembali terhadap suatu kebijakan yaitu menentukan apakah tindakan-tindakan yang di ambil oleh presiden atau kemenkes tersebut sesuai dengan konstitusi negara atau tidak, jika kebijakan itu bertentangan dengan konstitusi negara maka lembaga yudikatif berhak membatalkan kebijakan tersebut.

    • Lembaga legislatif mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usulan-usulan dan pendapat, dan hak imunitas. Di sini peran tawar-menawar antara anggota fraksi kerap terjadi dalam hal ketidaksamaan suara.

    • Kelompok Intersektoral yang dipimpin oleh BAPPENAS di tingkat pusat yang fungsinya dalam pengkajian dan perumusan kebijakan, penyusunan rancangan anggaran dan penguatan kapasitas perencanaan di pusat dan di daerah. Sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dipimpin oleh BAPPEDA yang fungsinya pengkajian dan perumusan kebijakan di daerah, menganalisis hasil pelaksanaan SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan kewenangannya, dan kepala BAPPEDA menyusun evaluasi rencana untuk periode berikutnya.

    • BPJS Kesehatan bersama Dinas Kesehatan berperan menentukan besar tarif kapitasi melalui proses seleksi dan kredensial terhadap puskesmas dengan mempertimbangkan berbagai hal. Selain itu BPJS Kesehatan juga berperan dalam membayar dana kapitasi kepada Puskesmas.

    • Kepala Daerah berperan dalam memutuskan besaran alokasi pemanfaatan dana kapitasi JKN yang diterima FKTP yang ditetapkan setiap tahun

    • Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala FKTP dalam monitoring pada pembiayaan terkait dengan usulan anggaran dalam APBD, Verifikasi dana kapitasi dan lain-lain. 

    • Dinas Kesehatan selain berperan dalam penetapan besaran tarif kapitasi juga berperan dalam menyusun dokumen pelaksanaan Anggaran (DPA)

    • Kepala Puskesmas berperan menetapkan bendahara dana kapitasi di Puskesmas serta menyusun rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi (RPBDK)

    • Kelompok Kepentingan (organisasi profesi) tidak dipungkiri merek aakan terlibat dalam perumusan permenkes ini

    • Masyarakat, dalam pembahasan mengenai pembuatan kebijakan, masyarakat sering diabaikan dalam hubungan dengan legislatif, kelompok kepentingan serta aktor lainnya yang lebih menonjol. Sebenarnya dalam hal ini masyarakat dapat mengambil peran serta aktif dalam pengambilan keputusan.

  • Konteks yang Mempengaruhi Munculnya Kebijakan

    • Berawal dari adanya prinsip asuransi sosial yakni, kegotongroyongan antara warga mampu dan tidak mampu, prinsip nirlaba yang mana dana yang terkumpul akan digunakan untuk manfaat bersama, prinsip keterbukaan, kehati-hatian,akuntabilitas,efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan dana JKN.

    • Pengaturan mengenai pengelolaan dana kapitasi dalam Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2014 menimbulkan kebingungan dan tidak memberikan kepastian hukum bagi pengelola dana tersebut (Yulianto, 2016)

    • KPK dalam kajiannya menemukan kelemahan dalam pengelolaan dana kapitasi yaitu, Pertama, terkait regulasi yang mengatur pembagian jasa medis dan biaya operasional pada Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014, regulasi ini menimbulkan moral hazard dan ketidak wajaran karena menyebut dana kapitasi yang bisa digunakan untuk jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 60 persen dari total penerimaan. Kedua, aspek pembiayaan KPK menemukan potensi Fraud atas dibolehkannya perpindahan peserta PBI dari Puskesmas FKTP swasta seperti Klinik, pasien diarahkan ke FKTP swasta milik oknum petugas puskesmas. Ketiga, tata laksana dan sumber daya KPK menemukan sejumlah persoalan diantaranya lemahnya pemahaman dan kompetisi petugas puskesmas dalam menjalankan regulasi, KPK mencatat tidak adanya anggaran pengawasan dana kapitasi di daerah

    • Faktor situasional yaitu berdampak pada kualitas pelayanan puskesmas kepada masyarakat sebagai pelanggan yang meningkatnya keluhan dan ketidakpuasan pasien sebagai pelanggan.

    • Ketidakmampuan puskesmas menyerap anggaran akibat aturan yang tidak jelas sehingga Pimpinan puskesmas berhati-hati dalam memanfaatkan dana atau berurusan dengan hukum. 

    • Adanya faktor budaya, tidak dapat dipungkiri budaya kerja masyarakat indonesiaa adalah bekerja maksimal karena ada insentif atau reward

  • Proses Penyusunan Kebijakan

Pendekatan yang paling sering digunakan untuk memahami proses kebijakan adalah dengan menggunakan apa yang disebut ‘tahapan heuristiks’ (Sabatier and Jenkins-Smith, 1993) yaitu:

  • Identifikasi Masalah

Sebelum dirumuskannya kebijakan ini maka ada proses identifikasi masalah atau isu-isu yaitu dalam hal ini mengacu kepada temuan investigasi KPK dalam pemanfaatan dana kapitasi oleh FKTP puskesmas tahun 2014 (Abdul Gani Hasan, 2017):

Regulasi

Pembiayaan

Tata Laksana dan Sumber Daya

Pengawasan


  1. Aturan pembagian jasa medis dan biaya operasional berpotensi menimbulkan moral hazard dan ketidak wajaran pengelolaan sisa lebih


  1. Potensi fraud atas diperbolehkannya perpindahan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari puskesmas ke FKTP swasta


  1. Lemahnya pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan dalam menjalankan regulasi



  1. Tidak adanya anggaran pengawasan dana kapitasi di daerah.


  1. Belum mengatur mekanisme pengelolaan sisa lebih


  1. perubahan kualitas layanan puskesmas secara keseluruhan belum terlihat secara nyata.


  1. Proses verifikasi eligibilitas kepesertaan di FKTP belum berjalan dengan baik


  1. Tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan



  1. Aturan kurang mengakomodasi kebutuhan Puskesmas


  1. Pelaksanaan mekanisme rujukan berjenjang belum berjalan baik




  1. Petugas puskesmas rentan menjadi korban pemerasan berbagai pihak




  1. Sebaran tenaga kesehatan yang tidak merata.





  1. Potensi petugas FKTP menjadi pelaku penyimpangan (fraud)




  • Perumusan Masalah

  • Didasari oleh Paencasila sila ke-5, yang mengamanatkan perlindungan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta kaidah konstitusi Bangsa Indonesia yaitu UUD NKRI tahun 1945, pasal 28H ayat 1 sampai 3 serta pasal 34 ayat 1 sampai 3. 

  • Kaidah abstraknya adalah UU RI Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 24 ayat 2. 

  • Kaidah konkritnya adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP.

  • Peraturan Presiden RI nomor 32 tahun 2014, mengatur dana kapitasi FKTP Puskesmas sekurang-kurangnya 60% untuk jasa pelayanan dan sisanya untuk dukungan operasional lainnya. 

  • Kemudian terbit Permenkes 19 tahun 2014, yang direvisi oleh Permenkes 21 tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada FKTP Milik Pemerintah Daerah.

  • Pelaksanaan Kebijakan

PERMENKES No 21 tahun 2016 ini mulai berlaku sejak diundangkan yaitu tanggal 18 mei 2016. Berdasarkan penelitian Fitrianeti (2017) di Mentawai, diketahui bahwa dalam pelaksanaannya, pertama, sosialisasi kebijakan masih kurang menyebabkan kelemahan dalam pemahaman kebijakan. Kedua, Penerimaan dana kapitasi tahun 2016 sudah baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di buktikan dengan adanya keterbukaan informasi tentang jumlah dan besaran dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas setiap bulannya dan dilaporkan kepada SKPD dinas kesehatan dengan melampirkan surat pernyataan tanggungjawab dan bukti penggunaan dana kapitasi.  Ketiga, besaran dana kapitasi untuk petugas pelayanan kesehatan ditentukan berdasarkan nilai poin yang menimbulkan kecemburuan sesama petugas kesehatan. Keempat, dana kapitasi puskesmas telah dipergunakan untuk membayar jasa tenaga pelayanan kesehatan dan biaya operasional. (Fitrianeti, Waris and Yulianti, 2017)

  • Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan telah di atur pada BAB VI mengenai Pembinaan dan Pengawasan yaitu Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala FKTP secara berjenjang dan secara fungsional oleh Aparatur Pengawas Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

  • Isi Kebijakan

           Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2016 ini mengatur tentang:

  • Pemanfaatan Dana kapitas yang bisa digunakan untuk jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana  kapitasi dan biaya operasional kesehatan yang merupakan selisih dari besar dana kapitasi dikurangi jasa pelayanan. 

  • Jasa Pelayanan Kesehatan dibayarkan bagi jasa tenaga kesehatan dan non kesehatan (baik PNS, kontrak, tidak tetap)  yang melakukan pelayanan di FKTP. Pembagian jasa pelayanan berdasarkan jenis ketenagaan/jabatan dan kehadiran

  • Biaya pelayanan operasional Pelayanan Kesehatan yang bisa digunakan untuk biaya obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya

  • Pemanfaatan sisa dana kapitasi yang dapat dimanfaatkan untuk tahun anggaran berikutnya sesuai peruntukannya (operasional dan jasa pelayanan). Dana sisa tersebut harus masuk RKA SKPD Dinas Kesehatan


  1.  Analysis for Policy Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2016

  1. Dukungan Kebijakan (Policy Advocacy)

Merupakan analisis yang mencakup riset atau argumen-argumen yang dimaksudkan untuk memberikan pengaruh terhadap agenda kebijakan baik dari lingkungan internal mupun lingkngan eksternal pemerintah. Berdasarkan riset yang dilakukan (Abdul Gani Hasan, 2017) menyatakan bahwa :

  • Terjadi tumpang tindih sumber pembiayaan untuk membiayai upaya promotif dan preventif yang dapat menimbulkan potensi overlapping alokasi dana.

  • Pemanfaatan dana kapitasi porsi 60% untuk jasa pelayanan sesuai dengan Permenkes 21 tahun 2016, terkendala pada perbedaan persepsi penentuan point tambahan yang menjadi kewenangan kepala puskesmas. Perbedaan besarnya dana kapitasi yang diterima, menyebabkan perbedaan penerimaan jasa pelayanan antar puseksmas dengan jenis tenaga yang sama. Sementara, pembagian point sesuai dengan Permenkes 21 ini menimbulkan perbedaan yang sangat besar jasa pelayanan yang di terima di internal puskesmas.

  • Pada puskesmas dengan dana kapitasi besar, potensi sisa anggaran menumpuk juga akan semakin besar. Bila puskesmas tidak cerdik dan tidak mampu inovatif dalam penganggaran dan pemanfaatan dana maka mereka akan kesulitan dalam mengalokasikan sisa anggaran ini secara tepat, efektif dan efisien. 

  • Kurang fleksibelnya penggunaan dana, sehingga puskesmas tidak dapat menyerap anggaran yang tidak dapat diserap pada tahun berjalan kepada kebutuhan lainnya.

Selanjutnya berdasarkan riset yang dilakukan (Budiani, 2017) menyatakan bahwa belum diaturnya tentang sanksi bagi Puskesmas apabila tidak melaksanaan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PERMENKES No 21 Tahun 2016 dan belum diatur periode evaluasi dan lembaga terkait yang melakukan evaluasi.

  1. Informasi Bagi Sebuah Kebijakan (Information For Policy)

Merupakan bentuk analisis yang dimaksudkan untuk memberikan masukan bahan proses pembuatan kebijakan. Kegiatan ini mungkin dapat membantu dalam penyaring opsi-opsi atau juga menawarkan rekomendasi opsi kebijakan.

Berdasarkan hasil riset di atas maka rekomendasi opsi kebijakan yang dapat menjadi masukan oleh pengambil keputusan adalah:

  • Terkait adanya kebijakan PERMENKES No 21 tahun 2016 maka perlu diturunkan aturan kembali dengan diterbitkannya Peraturan daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah bila perlu diperkuat dengan SK dari Kepala SKPD terkait, dalam hal ini Dinas Kesehatan baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota karena variabel dalam penilaian kinerja yang terdapat dalam peraturan tersebut belum terurai secara terperinci. Dengan adanya penambahan poin- poin penilaian terhadap kinerja baik kesehatan dan non kesehatan setidaknya dapat meredam kekisruhan yang terjadi dalam pembagian dana jasa pelayanan di Puskesmas seperti halnya di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor mengeluarkan SK Kepala Dinas yang mengatur tentang variabel penilaian jasa pelayanan.

  • Terkait ketidakfleksibelan penggunaan dana maka dapat diatasi dengan penerapan PPK-BLUD (Yulianto, 2016)

  • Terkait potensi overlapping alokasi dana maka perlu melakukan fragmentasi dalam penyaluran dana.

  • Terkait potensi sisa anggaran menumpuk. Maka puskesmas harus cerdik dan inovatif dalam penganggaran dan pemanfaatan dana agar dana itu tidak menumpuk.

  • Terkait tidak adanya sanksi dalam kebijakan itu maka diharapkan adanya revisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang mengatur sanksi bagi Puskesmas yang tidak mematuhi ketentuan pelaksanaan penggunaan kapitasi JKN dan pengaturan tentang evaluasi penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas baik periode evaluasi, lembaga terkait yang melakukan evaluasi, misal BPJS Kesehatan sebagai pembayar kapitasi dan Dinas Kesehatan sebagai pengawas dan pembina Puskesmas untuk mengetahui kecukupan dana kapitasi JKN di Puskesmas, menghindari pembiayaan ganda (double funding) di Puskesmas dan dampak penggunaan dana kapitasi JKN terhadap mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas. 

  1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas mengenai Analysis Of Policy dan Analysis For Policy Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2016 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Pada Analysis of Policy, penulis mengelompokkan kepada 3 hal yaitu:

    1. Batasan kebijakan, yang menjawab pertanyaan (1) mengapa kebijakan ini muncul yaitu dilahirkan untuk melengkapi kekurangan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya seperti Perpres nomor 32 tahun 2014, dan Permenkes nomor 19 tahun 2014. (2) kapan kebijakan ini berlaku yaitu ini sejak diundangkan yaitu tanggal 18 mei 2016. (3) Siapa target kebijakan ini yaitu sesuai dengan isi Bab I pasal 2 kebijakan ini ditujukan bagi FKTP milik pemerintah daerah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah.

    2. Isi kKebijakan, yang mana ada beberapa poin yang tetap yaitu besaran jasa pelayanan dialokasikan sekurang-kurangnya 60% dari dana kapitasi (pasal 3 ayat 2), beberapa poin yang berubah yaitu Pada pasal 4 ayat (2) diperinci jenis ketenagaan, pada ayat (5) ada perubahan skor penilaian antar tenaga kesehatan dan non kesehatan, bagi yang merangkap tugas sebagai penanggung jawab program (ayat 6), terhadap masa kerja, ada pembedaan tambahan skor (ayat 7), dan rincian dari penilaian terhadap variabel kehadiran (ayat 8). 

    3. Monitoring dan eEvaluasi kKebijakan, telah di atur berdasarkan BAB VI mengenai Pembinaan dan Pengawasan

  2. Selain  analysis of pPolicy, melalui segitiga analisis kebijakan kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan No 21 Tahun 2016juga  dapat dikelompokkan yang terdiri dari :

    1. Aktor Kebijakan yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, Presiden, Lembaga Yudikatif, Lembaga Legislatif, Kelompok Intersektoral, BPJS, Kepala Daerah, Kepala SKPD Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas, Kelompok Kepentingan (organisasi profesi), dan Masyarakat

    2. Konteks Kebijakan yang terdiri dari Berawal dari adanya prinsip asuransi sosial, Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2014 menimbulkan kebingungan, KPK dalam kajiannya menemukan kelemahan, Faktor situasional, Ketidakmampuan puskesmas menyerap anggaran, dan adanya faktor budaya

    3. Proses Kebijakan yang terdiri dari Identifikasi Masalah berdasarkan investigasi KPK. Perumusan Masalah, Pelaksanaan Kebijakan, dan Evaluasi Kebijakan yang telah di atur pada BAB VI

    4. Isi Kebijakan yang terdiri dari Pemanfaatan Dana kapitas untuk jasa pelayanan kesehatan dan biaya operasional dan Pemanfaatan sisa dana kapitasi 

  3. Pada Analysis for Policy, penulis mengelompokkan kepada 2 hal yaitu:

    1. Dukungan Kebijakan, berdasarkan riset Abdul Gani (2017) terjadi tumpang tindih sumber pembiayaan, terkendala pada perbedaan persepsi penentuan point, Pada puskesmas dengan dana kapitasi besar, potensi sisa anggaran menumpuk juga akan semakin besar, dan Kurang fleksibelnya penggunaan dana. Sedangan menurut riset Budiani (2017) bahwa belum diaturnya tentang sanksi bagi Puskesmas apabila tidak melaksanaan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PERMENKES dan belum diatur periode evaluasi dan lembaga terkait yang melakukan evaluasi.

    2. Informasi Bagi Sebuah Kebijakan, rekomendasi opsi kebijakan yang dapat menjadi masukan oleh pengambil keputusan adalah Pertama, perlu diturunkan aturan kembali dengan diterbitkannya Peraturan daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah bila perlu diperkuat dengan SK dari Kepala SKPD. Kedua, Terkait potensi overlapping alokasi dana maka perlu melakukan fragmentasi dalam penyaluran dana. Ketiga, Terkait potensi sisa anggaran menumpuk maka puskesmas harus cerdik dan inovatif dalam penganggaran dan pemanfaatan dana agar dana itu tidak menumpuk. Keempat, Terkait ketidakfleksibelan penggunaan dana maka dapat diatasi dengan penerapan PPK-BLUD. Dan Kelima, terkait tidak adanya sanksi dalam kebijakan itu maka diharapkan adanya revisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang mengatur sanksi bagi Puskesmas yang tidak mematuhi ketentuan pelaksanaan penggunaan kapitasi JKN dan pengaturan tentang evaluasi penggunaan dana kapitasi JKN di Puskesmas baik periode evaluasi, lembaga terkait yang melakukan evaluasi.


Daftar Rujukan

Abdul Gani Hasan, W. B. B. A. (2017) ‘Analisis Kebijakan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN Pada FKTP Puskesmas Di Kabupaten Bogor Tahun 2016’, Kebijakan Kesehatan Indonesia, 06(03 September 2017), pp. 127–137.

Budiani, N. K. S. (2017) PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PUSKESMAS KOTA SEMARANG. Universitas Katolik Soegijapranata.

Dwi, T. (2016) Permenkes 21/2016: Pemanfaatan Dana Kapitasi di FKTP Milik Pemda oleh Tonang Dwi Ardyanto - Kompasiana.com, Kompasiana. Available at: https://www.kompasiana.com/tonangardyanto/57436357579773e4088b458f/permenkes-21-2016-pemanfaatan-dana-kapitasi-di-fktp-milik-pemda (Accessed: 9 December 2018).

Fitrianeti, D., Waris, L. and Yulianti, A. (2017) ‘Penganggaran dan Penerimaan Dana Kapitasi Program JKN di Daerah Terpencil Kabupaten Kepulauan Mentawai Implementation of Breaching And Acceptance Of Health Capitation Funds National Health Care Program In Remote Areas Of Distric Mentawai Islands’, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 1(2), pp. 92–101.

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

Sabatier and Jenkins-Smith (1993) Policy Change and Learning. Boulder, CO: Westview Press.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)


Walk and Gilson (1994) ‘Reforming the Health Sector in Developing Countries: The Central Role of Policy Analysis’, in Health Policy and Planning, pp. 353–70.

Yulianto (2016) ‘EVALUASI TERHADAP PENGATURAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA PEMERINTAH DAERAH (Evaluation on the Regulation of Capitation Fund Management and Usage in Local Government’s First Level Health Facilities)’, Media Pembinaan Hukum Nasional, 5(2).














Comments